Wednesday, December 11, 2013

TEORI PERMINTAAN ISLAMI



TEORI PERMINTAAN ISLAMI


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ekonomi Mikro Islam
Dosen Pengampu : Dr. Anita Rahmawaty, M.Ag




STAIN 3
 










Disusun Oleh :
1.      Fahrus Setyawan              210 203
2.      Ahmad Khoirul Badar      210 205
3.      Hera Rindah A                 210 206
4.      Rina Jumiatun                   210 207

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN/PRODI SYARI’AH/EI
2012


TEORI PERMINTAAN ISLAMI

I.     PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam ekonomi islam, setiap keputusan ekonomi seseorang tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan kepada syari’at. Al-Qur’an menyebut ekonomi dengan istilah istishad (penghemat, ekonomi) yang secara literal berarti ‘pertengahan’ atau ‘moderat’. Seorang muslim diminta untuk mengambil sikap moderat dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya. Juga tidak boleh isyraf (royal, berlebih-lebihan), tetapi juga dilarang pelit (bakhl). Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan islam relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma dan moral “islami” yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.
Teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan. Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau  kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pengertian permintaan konvensional dan teori permintaan menurut pandangan ekonomi islam, dan juga apa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan?
2.    Bagaimanakah kurva permintaan, kurva permintaan barang halal, kurva permintaan barang halal dalam pilihan halal haram?
3.    Bagaimanakah perbedaan teori permintaan konvensional dengan permintaan islami?

II.     PEMBAHASAN
A.      Pengertian Permintaan Konvensional dan Teori Permintaan Menurut Pandangan Ekonomi Islam
1.    Pengertian Permintaan Konvensional
Pengertian permintaan secara umum adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan secara umum antara lain:[1]
a.    Harga barang itu sendiri
Jika harga suatu barang semakin murah maka permintaan terhadap barang itu bertambah. Begitu juga sebaliknnya. Inilah yang disebut Hukum  Permintaan  yang menyatakan “Bila harga suatu barang naik,cateris paribus, maka jumlah permintaan terhadap  barang tersebut akan berkurang, dan sebaliknya”
b.    Harga barang lain
Permintaan akan dipengaruhi juga oleh harga barang lain. Dengan catatan barang lain itu merupakan barang substitusi (pengganti) atau pelengkap (komplementer). Apabila barang substitusi naik, maka permintaan terhadap barang itu sendiri akan meningkat. Sebaliknya, apabila harga barang substitusi turun, maka permintaan terhadap barang itu sendiri akan turun.
c.    Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan konsumen akan menunjukkan daya beli konsumen. Semakin tinggi tingkat pendapatan, daya beli konsumen kuat, sehingga akhirnya akan mendorong permintaan terhadap suatu barang.
d.   Selera, kebiasaan, mode
Selera, kebiasaan, mode atau musim juga akan memengaruhi permintaan suatu barang. Jika selera masyarakat terhadap suatu barang meningkat, permintaan terhadap barang itu pun akan meningkat.
e.    Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk mencerminkan jumlah pembeli. Sifat hubungan jumlah penduduk dengan permintaan suatu barang adalah positif, apabila jumlah penduduk meningkat, maka konsumen terhadap barangpun meningkat.
f.     Perkiraan harga dimasa datang
Apabila kita memperkirakan harga suatu barang di masa mendatang naik, kita lebih baik membeli barang tersebut sekarang guna menghemat belanja di masa mendatang, maka permintaan terhadap barang itu sekarang akan meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara permintaan dan perkiraan harga di masa mendatang adalah positif.

2.    Permintaan Menurut Ekonomi Islam
Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai.[2] Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya.
Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam  keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap nya muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu, dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah).
Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah.[3]
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan menurut Misanam, dkk (2008 : 312-314), yaitu: [4]
a.    Harga barang yang bersangkutan
Harga barang yang bersangkutan merupakan determinan penting dalam permintaan. Pada umumnya, hubungan antara tingkat harga dan jumlah permintaan adalah negatif. Semakin tinggi tingkat harga, maka semakin rendah
b.    Harga barang lain yang terkait
Harga barang lain yang terkait menentukan permintaan suatu barang. Yang dimaksud harga barang lain yang terkait adalah substitusu dan komplementer dari barang tersebut. Jika harga barang substitusinya menurun, maka permintaan terhadap barang tersebut juga turun, sebab konsumen mengalihkan permintaannya pada barang substitusi, dan sebaliknya. Sementara itu, jika harga barang komplementer naik, maka permintaan terhadap barang tersebut turun. Sebaliknya jika harga barang komplememter turun, maka permintaan terhadap barang tersebut naik.
c.    Pendapatan konsumen
Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan permintaan permintaan berbagai jenis barang. Semakin tinggi pendapatan konsumen, maka semakin tinggi daya belinya sehngga permintaan tehadap barang akan meningkat. Sebaliknya, semakin rendah pendapatan, maka semakin rendah pula daya belinya dan permintaan terhadap barang pun rendah.
d.   Ekspektasi (Pengharapan)
Ekspektasi bisa berupa ekspektasi positif maupun negatif. Dalam kasus ekspektasi positif, konsumen akan lebih terdorong untuk membeli suatu barang, sememtara ekspektasi negatif akan menimbulkan akibat yang sebaliknya.
e.    Maslahah
Maslahah merupakan tujuan utama dalam mengkonsumsi barang, sebab maksimasi maslahah meripakan cara untuk mencapai falah. Pengaruh maslahah terhadap permintaan tidak bisa dijelaskan secara sederhana, sebagaimana pengaruh faktor-faktor lainnya, sebab ia akan tergantung pada tingkat keimanan. Jika mereka melihat barang dengan kandungan berkah yang tinggi, cateris paribus, maka mereka akan meninggalkan barang dengan kandungan berkah yang rendah dan menggantinya dengan barang dengan kandungan berkahnya lebih tinggi. Dengan demikian, jika maslahah relatif turun, cateris paribus, maka jumlah barang yang diminta akan turun juga, begitu juga sebaliknya.

B.       Kurva Permintaan
1.    Penurunan Kurva Permintaan
Menurut Misanam, dkk (2008: 173), kurva permintaan menggambarkan hubungan antara harga dan jumlah yang diminta. Dengan kata lain, perubahan jumlah barang yang diminta disebabkan oleh perubahan harga. Sementara itu, hukum permintaan diturunkan dari perilaku konsumen yang berorientasi untuk mencapai tingkat maslahah maksimum, yang berbunyi sebagai berikut: “Jika harga suatu barang meningkat, ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta turun; demikian juga sebaliknya.”
Pengertian ceteris paribus adalah dengan menganggap hal-hal lain tetap tidak berubah atau konstan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, tingkat pendapatan, preferensi, dan sebagainya. Jika satu dari hal-hal yang dimaksudkan berubah, maka hukum permintaan di atas tidak berlaku lagi.
Hubungan yang digambarkan dalam hukum permintaan di atas juga akan menjadi lebih jelas, jika digambarkan dalam kurva permintaan sebagai berikut:
Kurva di atas menunjukkan bahwa jika harga barang A adalah sebesar 10, maka jumlah barang A yang diminta adalah 9 unit, sementara ketika harga barang A naik menjadi 18, maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen turun menjadi 8.[5]
2.    Kurva Permintaan Barang Halal
Kurva permintaan diturunkan dari titik persinggungan antara kurva indifference curve dengan garis anggaran. Katakanlah seorang konsumen memiliki pendaptan I = 1 juta per bulan dan menghadapi pilihan untuk mengkonsumsi barang X dan barang Y, yang keduanya adalah barang halal. Misalnya harga barang X Px = Rp.100 ribu dan harga barang Y  Py = Rp.200 ribu. Titik A, A’, A” menunjukan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang X dan titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang Y.
Dengan data ini, dapat dibuat garis anggaran dengan menarik garis lurus antara dua titik.
Kombinasi
Income
Px
Py
X = I/Px
Y=I/Py
X at tangency
A
1.000.000
100.000
200.000
10
0
3
B
1.000.000
100.000
200.000
0
5
3
Bila terjadi penurunan harga X sebesar Rp.50 ribu, maka kaki garis anggaran pada sumbu X akan bertambah panjang. Titik perpotongan sumbu Y tidak berubah, sedangkan titik perpotongan dengan sumbu X berubah.
Kombinasi
Income
Px
Py
X = I/Px
Y=I/Py
X at tangency
A’
1.000.000
50.000
200.000
20
0
4
B
1.000.000
50.000
200.000
0
5
4
Bila harga X menjadi Px = Rp.25.000 maka kaki garis anggaran pada sumbu X akan bertambah panjang. Titik perpotongan sumbu Y tidak berubah, sedangkan titik perpotongan sumbu X berubah.
Kombinasi
Income
Px
Py
X = I/Px
Y=I/Py
X at tangency
A”
1.000.000
25.000
200.000
40
0
5
B
1.000.000
25.000
200.000
0
5
5
Dengan simulasi harga barang X, akan didapatkan kurva yang menggambarkan antara harga dengan jumlah barang X yang diminta.
Harga X
Jumlah X (X pada saat tangency/jumlah optimal X)
100.000
3
50.000
4
25.000
5




Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan demikian didapatkan kemiringan kurva permintaan yang negatif untuk barang halal, sebagaimana lazimnya kurva permintaan yang dipelajari dalam ekonomi konvensional.[6]
Gambar. Penurunan kurva permintaan, barang X dan Y adalah halal

3.    Kurva Permintaan Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram
Dalam hal pilihan yang dihadapi adalah antara barang halal dengan barang haram, maka solusi optimalnya adalah corner solution. Katakanlah seorang konsumen mempunyai pendapatan I = Rp 1 juta per bulan dan menghadapi pilihan untuk mengkonsumsi barangn halal X dan barang haram Y. Katakan pula harga barang  X Px = Rp 100 ribu dan harga barang Y = Rp.200 ribu. Titik A, A’, A”. menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang X, dan titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang Y. Simulasi penurunan harga juga dilakukan dari Rp 100 ribu ke tingkat Px  = Rp 50 ribu dan Px = 25 ribu:
Kombinasi
Income
Px halal
Py haram
X = I/Px
Y=I/Py
X at tangency
A
1.000.000
100.000
200.000
10
0
10
B
1.000.000
100.000
200.000
0
5
10
Px  = Rp 50 ribu
Kombinasi
Income
Px
Py
X = I/Px
Y=I/Py
X at tangency
A’
1.000.000
50.000
200.000
20
0
20
B
1.000.000
50.000
200.000
0
5
20
Px = 25 ribu
Kombinasi
Income
Px
Py
X = I/Px
Y=I/Py
X at tangency
A”
1.000.000
25.000
200.000
40
0
40
B
1.000.000
25.000
200.000
0
5
40
Dengan simulasi harga barang X, diperoleh kurva yang menggambarkan antara harga dengan jumlah barang X yang diminta.
Gambar. Penurunan kurva permintaan, barang X halal dan barang Y haram

Pilihan halal X dan haram Y

Pilihan halal X dan halal Y
Harga X
Jumlah X (X pada corner solution/atau jumlah optimal X)
Harga X
Jumlah X (X pada saat tangency/atau jumlah optimal X)
100.000
50.000
25.000
10
20
40
100.000
50.000
25.000
3
4
5
Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan demikian kita juga mendapatkan kemiringan kurva permintaan yang negatif untuk barang halal dalam pilihan halal X dan haram Y. Perbedaannya terletak pada kecuraman kurva atau dalam istilah ekonominya pada elastisitas harga. Penurunan harga dari Rp.100 ribu ke Rp.50 ribu meningkatkan permintaan barang X dari 10 ke 20 (bandingkan dengan pilihan halal X – halal Y yang hanya dari 3 ke 4). Penurunan dari Rp.50 ribu ke Rp.25 ribu meningkatkan permintaan barang X dari 20 ke 40 (bandingkan dengan pilihan halal X – halal Y yang hanya naik dari 4 ke 5).[7]

C.      Perbedaan Teori Permintaan Konvensional Dengan Permintaan Islam
Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan, antara permintaan konvensional dan islam mempunyai kesamaan. Ini dikarenakan bahwa keduanya merupakan hasil dari penelitian kenyataan dilapangan (empiris) dari tiap-tiap unit ekonomi. Namun terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya, diantaranya: [8]
1.    Perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah mengenai sumber hukum dan adanya batasan syariah dalam teori permintaan islami. Permintaan Islam berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang langsung dibimbing oleh Allah SWT. Permintaan Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman Tuhan (revelation), yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya.
2.    Teori ekonomi yang dikembangkan barat membatasi analisisnya dalam jangka pendek yakni hanya sejauh bagaimana manusia memenuhi keinginannya saja. Tidak ada analisis yang memasukkn nilai-nilai moral dan sosial. Analisis hanya dibatasi pada variabel-variabel pasar semata, seperti harga, pendapatan dan sebagainya. Variabel-variabel lainnya tidak dimasukkan, seperti variabel nilai moral seperti kesederhanaan, keadilan, sikap mendahulukan orang lain. Dalam ekonomi konvensional filosofi dasarnya terfokus pada tujuan keuntungan dan materialme. Hal ini wajar saja karena sumber inspirasi ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan kemampuan.
3.    Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87, 88:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ   (#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ šcqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”
Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan.
4.    Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia.
5.    Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau  kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.

III.     PENUTUP
A.      Kesimpulan
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya. Misalnya: Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Selain itu, dalam ajaran Islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (isyraf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah). Selain itu adanya batasan syariah, sudut pandang barangnya, motif dari permintaan dan tujuannya.

B.       Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn...

IV.     DAFTAR PUSTAKA
1.        Anita Rahmawati, Ekonomi Mikro Islam, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011
2.        Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, IIIT Indonesia, Jakarta, 2002


[2] Anita Rahmawati, Ekonomi Mikro Islam, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hal. 89
[4] Anita Rahmawati, Op Cit, hal 89- 93
[5] Anita Rahmawati, Loc. Cit, hal 93
[6] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, IIIT Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 52-53
[7] Adiwarman Karim, Loc. Cit, hlm. 54-56

1 comment: