PENGERTIAN, PROSES PENURUNAN DAN
PEMELIHARAAN AL QUR’AN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : ‘Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Abdul Wahab, S.Sos.I
Disusun oleh:
Nama : Muhammad Alwi
No. Induk : 330017
FAKULTAS
DAKWAH 1
INSTITUT
ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (INISNU)
2011
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
Judul i
Daftar
Isi ii
Kata
Pengantar iii
Bab
I. Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
Bab
II. Pengertian, Proses Penurunan, dan Pemeliharaan Al-Qur’an 2
A. Pengertian Al-Qur’an 2
B. Proses Penurunan Al-Qur’an 3
C. Pemeliharaan Al-Quran 5
Bab
III. Penutup 9
Kesimpulan 9
Daftar
Pustaka 10
KATA PENGANTAR
BISSMILLAHIRROHMAANIRRAHIIM
Puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnyasehingga makalah interpersional ini dapat terselesaikan,
sholawat serta salam saya haturkan pada Nabi Agung Muhammad SAW, yang kelak
akan memberikan syafaatnya kepada kita besok di yaumul akhir.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu, yang telah memberi
kepercayaan dan bimbinganya kepada penulis, juga penulis ucapkan banyak terima
kasih kepada teman seperjuangan khususnya fakultas dakwah yang memberi
dukungan sehingga makalah ini dapat terselesaikan, serta kepada pihak
yang juga membantu dalam terselesainya makalah ini.
Jepara, Januari 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Betapa pun awamnya seorang
muslim/muslimat, niscaya is tahu dan memang memang harus tahu bahwa sumber
utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya (Islam) ialah al-Qur’an al-Karim.
Baru kemudian didikuti dengan al-Hadsits/al-Sunnah sebagai sumber penting kedua
agama Islam. Beberapa hari menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW berwasiat
kepada umatnya supaya berpegang teguh dengan kedua sumber ajaran Islam tersebut
(al-Qur’an dan al-Sunnah).
Mempelajari buku-buku keagamaan yang
lain semisal kalam, fiqih, dan khususnya hadits juga penting, tetapi betapa pun
banyaknya buku-buku keagamaan dan keislaman yang tumbuh dan berkembang dewasa
ini, semangat untuk mempelajari ilmu-ilmu al-Qur’an janganlah diabaikan. Inilah
beberapa pokok pikiran yang menjadi dasar utama bagi penulis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian dari al-Qur’an itu?
2.
Bagaimanakah
proses penurunan al-Qur’an itu?
3.
Langkah-langkah
apa saja yang dilakukan guna memelihara al-Qur’an mulai dari zaman Nabi
Muhammad SAW sampai zaman sekarang ini?
C.
Tujuan
1.
Umtuk
memberikan gambaran mengenai al-Qur’an,
2.
Untuk
memperkenalkan al-Qur’an, dan last but not least
3.
Untuk
memperbanyak khasanah ilmu-ilmu keislaman di Tanah Air Indonesia tercinta,
khususnya dalam ilmu-ilmu al-Qur’an
BAB II
PENGERTIAN, PROSES PENURUNAN DAN PEMELIHARAAN AL QUR’AN
A.
Pengertian Al-Qur’an
Sebelum memaparkan lebih jauh
pengertian al-Qur’an, bukan tidak pada tempatnya jika lebih dulu disinggung
tentang bacaan dan tulisan kata qur’an. Menurut sebagian ahli, diantaranya
al-Syafi’i (150-204 H/767-820 M) al-Farra’ (w.207 H/823 M0 dan al-Asy’ari (260-324
H/873-935 M), kata qur’an ditulis dan dibaca tanpa hamzah, al-Qur’an (القران).
Sedangkan menurut sebagian yang
lain, seperti al-Lihyani (w. 215 H/831 M0 dan al-Zajjaj (w. 311 H/928 M0, bahwa
kata qur’an ditulis dan dibaca dengan hamzah, yakni al-Qur’an (القرأن).
Yang disebut kedua, al-Zajjaj menyatakan bahwa kata qur’an sewazan (sepadan)
fu’lan (فعلان), dan karenanya harus dibaca dan ditulis berhamzah. Kalaupun
dalam qira’at ada yang membacanya dengan quran (tanpa hamzah) itu semata-mata
karena pertimbangan teknis yang lazim disebut dengan istilah li-al-takhfif
(untuk meringankan bacaan), yakni dengan mengalihkan harakat hamzah (fathah)
kepada huruf yang sebelumnya (ra) yang sukun.
Para ahli ilmu-ilmu al-Qur’an pada
umumnya berasumsi bahwa kata al-Qur’an terambil dari kata qara’a – yaqra’u –
qira’atan – waqur’anan yang secara harfiyah berarti bacaan. Namun jika
direnungkan dengan seksama, terdapat beberapa umsur al-Qur’an, diantaranya :
1.
Al-Qur’an
adalah wahyu atau kalam Allah SWT.
2.
Al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
3.
Al-Qur’an disampaikan
melalui Malaikat Jibril AS.
4.
Al-Qur’an
diturunkan dalam bentuk lafal Arab.
Dari keempat unsur al-Qur’an diatas,
dapatlah dikatakan bahwa al-Qur’an ialah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW dalam bentuk lafal Arab dengan perantara Malaikat Jibril.
Adapun nama-nama dan julukan
al-Qur’an yang umum dikenal adalah sebagai berikut : al-Qur’an (bacaaan yang
dibaca), al-Kitab (tulisan yang ditulis), al-Furqan (pembeda), al-Dzikr (peringatan),
al-Mushhaf (himpunan lembaran), al-Kalam (Firman Allah), an-Nur (cahaya),
al-Huda (petunjuk), ar-Rahmah (rahmat), as-Syifa’ (obat), al-Mauidloh
(petunjuk), al-Karim (yang mulia), al-‘Ali (yang tinggi), al-Hakim (yang
bijaksana), al-Hikmah (kebijaksanaan), al-Muhaimin (pemberi rasa aman/yang
dipercaya), al-Mubarak (yang diberkahi), al-Habl (tali/agama Allah), as-Shirath
al-Mustaqim (jalan yang lurus), al Fasl (pemisah), an-Naba’ (berita), Ahsan
al-Hadits (berita terbaik), an-Tanzil (yang diturunkan) ar-Ruh (ruh), al-Wahyu
(wahyu), dan lain-lain.
B.
Proses Penurunan Al-Qur’an
Ada beberapa pendapat mengenai proses penurunan al-Qur’an dari Allah SWT
sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Perbedaan pendapat itu pada dasarnya dapat
dibedakan ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :
1.
Kelompok yang
berpendapat bahwa al-Qur’an diturunkan sekaligus (dari awal sampai akhir) ke
langit dunia pada malam al-Qadar. Kemudian sesudah itu diturunkan secara
berangsur-angsur dalam tempo 20, 23, atau 25 tahun sesuai dengan perbedaan
pendapat diantara sesama mereka.
2.
Golongan yang
berpendirian bahwa al-Qur’an diturunkan ke langit dunia bagian demi bagian
(tidak sekaligus) pada setiap malam al-Qadar karena tidak ada kesepakatan di
kalangan kelompok ini. Jadi, menurut mereka, setiap datang malam al-Qadar pada
setiap Ramadhan, bagian tertentu dari al-Qur’an diturunkan ke langit dunia
sekadar kebutuhan untuk selama satu tahun, sampai ketemu malam al-Qadar tahun
berikutnya. Menurut pendapat ini, penurunan al-Qur’an bagaikan sistem paket
yang dilakukan sekali dalam satu tahun, tepatnya pada setiap malam al-Qadar.
3.
Aliran yang
menyimpulkan bahwa al-Qur’an itu untuk pertama kali diturunkan pada malam
al-Qadar sekaligus, dari Lauh Mahfudz ke Bait al-Izzah dan kemudian setelah itu
diturunkan sedikit demi sedikit dalam berbagai kesempatan sepanjang masa
kenabian/kerasulan Muhammad SAW.
Berkenaan dengan proses penurunan
al-Qur’an, al-Zarqani menyebutkan 3 macam tahapan, yaitu :
1.
Tahap pertama,
al-Qur’an diturunkan Allah SWT ke Lauh Mahfuzh, sesuai dengan al-Qur’an QS.
Al-Buruuj ayat 21-22 :
ö@t/
uqèd
×b#uäöè%
ÓÅg¤C
. Îû
8yöqs9
¤âqàÿøt¤C
Artinya : Bahkan yang
didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia. Yang (tersimpan) dalam Lauh
Mahfuzh.
2.
Tahapan
kedua, al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bayt al-Izzah di langit dunia
pada suatu malam yang dinamakan Lailah al-Qadar, sesuai dengan al-Qur’an QS.
Al-Qadr ayat 1 :
!$¯RÎ)
çm»oYø9tRr&
Îû
Ï's#øs9
Íôs)ø9$#
Artinya : Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al
Quran) pada malam kemuliaan.
3.
Tahapan
ketiga, al-Qur’an diturunkan dari Bayt al-Izzah kepada Nabi Muhammad SAW dengan
perantara Malaikat Jibril AS, sebagaimana dalam al-Qur’an QS. Al-Syu’ara’ ayat
193-194 :
tAttR ÏmÎ/ ßyr9$# ßûüÏBF{$# . 4n?tã y7Î7ù=s% tbqä3tGÏ9 z`ÏB tûïÍÉZßJø9$#
Artinya : Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin
(Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan.
Adapun kebijakan Allah SWT dalam
menurunkan al-Qur’an secara berangsur-angsur, ialah :
1.
Guna
mempermudah penghafalan al-Qur’an pada masa awal Islam
yang belum mengenal pembukuan,
2.
Dalam rangka
meneguhkan/memperkokoh keyakinan Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas
berat dan menghadapi berbagai macam tantangan,
3.
Supaya
ajaran-ajaran al-Qur’an lebih mudah dipahami dan diamalkan,
4.
Agar Nabi
Muhammad SAW tidak merasa berat dalam menyampaikan dan mengajarkan al-Qur’an
kepada para sahabatnya,
5.
Penurunan
al-Qur’an yang disesuaikan dengan permasalahan yang timbul dan kasus yang
dihadapi,
6.
Memberikan
ilham yang sangat besar untuk membaca, memahami, dan mempelajari al-Qur’an
dengan sistem tadrij (berangsur-angsur).
C.
Pemeliharaan Al-Qur’an
al-Qur’an sendiri yang menyatakan
bahwa keotentikan (orisinalitas) al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT, sesuai
dengan firman-Nya QS. al-Hijr ayat 9 :
$¯RÎ)
ß`øtwU
$uZø9¨tR
tø.Ïe%!$#
$¯RÎ)ur
¼çms9
tbqÝàÏÿ»ptm:
Artinya
: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami
benar-benar memeliharanya.
Ayat diatas tegas-tegas menyatakan
bahwa penurunan al-Qur’an dan pemeliharaan
kemurniannya adalah merupakan urusan Allah SWT. Namun demikian, tidak berarti
kaum muslimin boleh berpangku tangan begitu saja, sebaiknya kaum muslimin harus
bersikap pro aktif dalam memelihara keaslian kitab sucinya.
Adapun sejarah pemeliharaan
al-Qur’an itu sendiri secara global dan umum pada dasarnya dapat ditelusuri
dari 4 tahapan besar, yaitu :
1.
Tahap
Pencatatan di Zaman Nabi Muhammad SAW
Sejarah telah mencatat bahwa pada
masa-masa awal kehadiran agama Islam, bangsa Arab tergolong ke dalam bangsa
yang buta aksara. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri dinyatakan sebagai nabi yang
ummi, yang berarti tidak pandai membaca dan menulis. Kendatipun bangsa
Arab tergolong buta huruf dimasa-masa awal penurunan al-Qur’an, di balik itu
mereka dikenal memiliki daya ingat
(hafal) yang kuat. Mereka terbiasa menghafal berbagai sya’ir Arab dalam
jumlah yang tidak sedikit atau bahkan sangat banyak. Dan untuk ukuran waktu
itu, keunggulan seseorang dalam bidang pengetahuan justru terletak pada mereka
yang kuat hafalannya, bukan yang pandai baca-tulis. Seandainya Nabi Muhammad
SAW adalah seorang yang pandai baca-tulis, maka sudah dapat dipastikan
bagaimana reaksi orang-orang Arab Quraisy waktu itu dalam menentang kewahyuan
al-Qur’an.
Kekuatan daya daya hafal bangsa
Arab (dalam hal ini para sahabat) benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh
Nabi dengan memerintahkan mereka supaya menghafal setiap kali ayat al-Qur’an di
turunkan. Sementara yang pandai menulis, yang dari waktu ke waktu jumlahnya
semakin bertambah banyak, oleh Nabi diperintahkan mencatat al-Qur’an setiap
kali beliau menerima ayat-ayat al-Qur’an.
Mengingat
pada zaman itu belum dikenal zaman pembukuan, maka tidaklah mengherankan jika
pencatatan al-Qur’an bukan dilakukan pada kertas-kertas,
melainkan pada benda-benda seperti pelepah kurma, kulit-kulit hewan,
tulang-belulang, bebatuan, dan lain-lain. Namun karena banyaknya jumlah benda
yang ditulisi al-Qur’an, maka banyak tulisan al-Qur’an yang
terserak-serak/tidak terkumpul disatu tempat tertentu.
2.
Tahap
Penghimpunan di Zaman Khalifah Abu Bakar as-Siddiq
Penghimpunan
al-Qur’an kedalam satu mushhaf baru dilakukan di zaman Khalifah Abu Bakar
as-Siddinq (11-13 h/632-634 M), tepatnya setelah terjadinya peperangan Yamamh
(12 H/633 M). Dalam peperangan Yamamah ini, konon terbunuh 70 orang syuhada
yang hafal al-Qur’an dengan amat baiknya. Padahal, sebelum peristiwa yang
mengenaskan itu terjadi, telah pula meninggal 70 qurra’ lainnya pada
pepereangan di sekitar Sumur Ma’unah, yang terletak didekat kota Madinah.
Menyaksikan
dua peristiwa itu, Umar Ibn Khathtab segera mengusulkan kepada Khalifah Abu
Bakar as-Siddiq agar menghimpun al-Qur’an. Pada awalnya Abu Bakar merasa
keberatan mengabulkan usulan Umar, dengan alasan antara lain karena Nabi tidak
pernah melakukan dan memerintah untuk membukukan al-Qur’an, namun atas desakan
kuat Umar Ibn Khathtab maka Abu Bakar pun setelah beberapa kali melakukan
shalat istikharah menerima usulan Umar untuk membukukan al-Qur’an.
Untuk
kegiatan yang dimaksud Abu Bakar mengangkat semacam Panitia Penghimpun
al-Qur’an yang terdiri atas 4 orang dengan komposisi kepanitian sebagai berikut
: Zaid Ibn Tsabit sebagai ketua, dan tiga orang lainnya yakni Ustman Ibn Affan,
Ali Ibn Abi Thalib dan Ubay Ibn Ka’ab, masing-masing bertindak sebagai anggota.
Panitia Penghimpun al-Qur’an yang semuanya penghafal dan penulis al-Qur’an
termasyhur itu dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun,
yakni sesudah peristiwa peperangan Yamamah (12 H/633 M) dan sebelum wafat Abu
Bakar (13 H/634 M) tanpa mengalami hambatan yang berarti.
Himpunan
al-Qur’an yang dilakukan Zaid Ibn Sabit kemudian dipegang oleh Khalifah Abu
Bakar hingga akhir khayatnya. Dan ketika kekhalifahan dipegang Umar Ibn
Khathtab, himpunan al-Qur’an pun beralih ketangan Umar. Ketika Umar meninggal,
dan kekhalifahan dijabat Utsman Ibn Affan, untuk sementara himpunan al-Qur’an
tersebut dirawat oleh Hafsah binti Umar karena Hafsah seorang Hafizhah dan dia
juga salah seorang istri Nabi disamping sebagai anak seorang khalifah.
3.
Tahap
Penggandaan di Zaman Khalifah Utsman Ibn Affan
Ketika
Utsman mengerahkan bala tentara ke wilayah Syam dan Irak untuk memerangi
penduduk Armenia dan Azarbaijan, tiba-tiba Hudzaifah Ibn al-Yaman menghadap
Khalifah Utsman dengan maksud memberi tahu Khalifah bahwa di kalangan kaum
muslimin di beberapa daerah terdapat perselisihan pendapat mengenai tilawah
(bacaan) al-Qur’an.
Dengan
hal itu, maka Hudzaifah mengusulkan kepada Utsman supaya perselisihan itu
segera dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak al-Qur’an untuk
kemudian di kirimkan ke beberapa daerah kekuasan kaum muslimin. Untuk kepentingan itu Utsman
membentuk Panitia Penyalin Mushhaf al-Qur’an yang diketahui Zaid Ibn Tsabit
dengan tiga orang anggotanya masing-masing Abdullah Ibn Zuber, Sa’id Ibn
al-Ash, dan Abd ar-Rahman Ibn al-Harits Ibn Hisyam.
4.
Tahap
Pencetakan al-Qur’an di Zaman Modern
Pemeliharaan
al-Qur’an terus dilakukan dari waktu ke waktu, termasuk ketika dunia tulis
menulis mengalami kemajuan dalam hal percetakan. Akan halnya buku-buku dan
media cetak lainnya, al-Qur’an pun untuk pertama kali dicetak di kota Hanburg,
Jerman pada abad ke 17 M.
Untuk
menjaga kemurnian al-Qur’an yang diterbitkan di Indonesia atau pun yang
didatangkan dari luar negeri, Pemerintah Rebublik Indonesia cq. Departemen
Agama telah membentuk suatu panitia yang bertugas untuk memeriksa dan
mentashhif al-Qur’an yang akan dicetak dan diedarkan yang diberi nama “Lajnah
Pentashhif Mushhaf”.
Selain
itu Pemerintah RI juga sudah mempunyai al-Qur’an pusaka berukuran 1 x 2 m, yang
ditulis dengan tangan oleh penulis-penulis Indonesia sendiri, mulai tanggal 23
Juni 1948 M/17 Ramadhan 1367 H dan selesai pada tanggal 15 Maret 1960 M/17
Ramadhan 1379 H, yang sekarang disimpan di Masjid Baiturrahim dalam Istana
Negara.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
al-Qur’an ialah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dalam bentuk lafal Arab dengan perantara Malaikat Jibril.
Proses penurunan al-Qur’an, al-Zarqani
menyebutkan 3 macam tahapan :
Ø Tahap pertama, al-Qur’an diturunkan Allah SWT ke Lauh Mahfuzh,
Ø Tahapan kedua, al-Qur’an
diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bayt al-Izzah di langit dunia pada suatu malam
yang dinamakan Lailah al-Qadar,
Ø Tahapan ketiga, al-Qur’an
diturunkan dari Bayt al-Izzah kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara
Malaikat Jibril AS,
Dalam surat al-Hijr ayat 9 memang
telah dijelaskan bahwa Allah SWT telah menjamin kemurnian al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan Allah pulalah yang mempertahankan
keaslian al-Qur’an. Namun demikian, tidak berarti menaruh kepedulian barang
sedikit pun terhadap pemeliharaan al-Qur’an. Sebaiknya kita sebagai kaum muslim
harus menjaga dan memelihara keaslian kitab suci kita.
Daftar Pustaka
Ø Al-Qur’an al-Karim
Ø Suma, Muhammad Amin. 2000. Studi Ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
kasih footnote donk....
ReplyDelete