Tuesday, December 10, 2013

ASY SYIBLI



ASY SYIBLI


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tasawuf
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Abdul Hadi, MA




 











Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Khoirul Badar
NIM  : 210 205


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2011
ASY SYIBLI

I.     PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. Kepada seluruh umat manusia diminta agar meniru akhlaq dan keluhuran budi Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari agar selamat di dunia dan akhirat.
Mengingat kembali tentang Asy Syibli beliau adalah tokoh Islam yang cukup terkenal. Beliau juga mengembangkan psikologi moral yang paling ketat dan berpengaruh dalam tradisi tasawuf.
Tasawuf adalah wasilah atau medium paling efektif dan tepat bagi orang mukmin untuk sampai kepada Allah SWT. Tasawuf bisa mempercepat jalinan mesra dengan Tuhan secara non-rasial (spiritual). Dengan tasawuf, selain dapat memantapkan rasa tauhid dan memperhalus akhlak, juga bisa memurnikan ibadah dan amal shalih, manusia tidak akan melihat Tuhan dengan mata kepala di akhirat nanti, tetapi bisa melihatnya dengan mata hati di dunia.
Dalam makalah ini juga dijelaskan tentang biografi singkat tentang Asy Syibli dan pemikiran beliau tentang tasawuf.

B.  Rumusan Masalah
a.    Bagaimana biografi singkat Asy Syibli ?
b.    Apa saja pemikiran Asy Syibli tentang tasawuf?







II.     PEMBAHASAN
A.  Biografi Singkat Asy Syibli
Abu Bakar Asy Syibli dilahirkan di Surraman tahun 247 H/861 M. Dengan nama lengkap Abu Bakar Dalaf Ibnu Jahdar asy Syibli, beliau adalah keturunan dari keluarga pejabat yang sangat di hormati masyarakat. Beliau mendapat julukan Asy Syibli, karena beliau dilahirkan di Syiblah daerah Khurasan. Beliau wafat pada tahun 334 H/964 M sebagai seorang sufi.[1]
Asy Syibli menempuh pendidikannya dengan baik mulai dari kecil sampai beliau menginjak usia dewasa, sehingga dapat menguasai ilmu agama dan menguasai ilmu fiqih dan ilmu hadist. Selama dua puluh tahun beliau belajar kepada para ulama terkenal dan tokoh sufi.
Setelah beliau mengakhiri pendidikannya, Abu Bakar Asy Syibli memasuki kehidupan baru dan bekerja sebagai pejabat pemerintahan, karir beliau sebagai pejabat pemerintahan semakin menanjak, tetapi pada akhirnya beliau melakukan kesalahan yang oleh Raja tidak di ampuni dan kemudian beliau di pecat. Setelah di pecat, beliaupun membuka lembaran hidup baru. Ia kemudian mendalamai ajaran sufi sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Syeikh Junaidi Al Baghdadi. Beliau mendalami ilmu fiqih dan ilmu tasawuf beliau belajar dengan Syeikh Junaid, lebih dulu beliau pernah bergabung dengan kelompok diskusi Khair al Nassaj, dan kelompok inilah beliau kemudian mendapat saran belajar kepada Syeikh Junaid, bimbingan yang diberikan Syeikh Junaid kepada Asy Syibli adalah:
1.    Memantapkan kesabaran dan kejujuran dengan usaha dagang.
2.    Memantapkan hakekat diri di hadapan manusia dan menumbuhkan ketergantungan kepada Allah.
Kedua bimbingan dan intruksi yang di berikan Syeikh Junaid dapat di laksanakan oleh Asy Syibli dan akhirnya beliau menjadi murid dari Syeikh Junaid.

Al kisah sebelum Asy Syibli diterima sebagai murid Syeikh Junaid
Asy-Syibli, anggota istana yang angkuh, pergi ke al-Junaid, mencari pengetahuan sejati. Katanya, “Aku dengar bahwa engkau mempunyai karunia pengetahuan. Berikan, atau juallah padaku.”
Al-Junaid berkata, “Aku tidak dapat menjualnya padamu, karena engkau tidak mempunyai harganya. Aku tidak memberikan padamu, karena yang akan kau miliki terlalu murah. Engkau harus membenamkan diri ke dalam air, seperti aku, supaya memperoleh mutiara.”
“Apa yang harus kulakukan?” tanya asy-Syibli.
“Pergilah dan jadilah penjual belerang.”
Setahun berlalu, al-Junaid berkata padanya, “Engkau maju sebagai pedagang. Sekarang menjadi darwis, jangan jadi apa pun selain mengemis.”
Asy-Syibli menghabiskan satu tahun mengemis di jalanan Baghdad, tanpa keberhasilan. Ia kembali ke al-Junaid, dan sang Guru berkata kepadanya: “Bagi ummat manusia, kau sekarang ini bukan apa-apa. Biarkan mereka bukan apa-apa bagimu. Dulu engkau adalah gubernur. Kembalilah sekarang ke propinsi itu dan cari setiap orang yang dulu kau tindas. Mintalah maaf pada mereka.” Ia pergi, menemukan mereka semua kecuali seorang, dan mendapatkan pengampunan mereka.
Sekembalinya asy-Syibli, al-Junaid berkata bahwa ia masih merasa dirinya penting. Ia menjalani tahun berikutnya dengan mengemis. Uang yang diperoleh, setiap senja dibawa ke Guru, dan diberikan kepada orang miskin. Asy-Syibli sendiri tidak mendapat makanan sampai pagi berikutnya.
Ia diterima sebagai murid. Setahun sudah berlalu, menjalani sebagai pelayan bagi murid lain, ia merasa menjadi orang paling rendah dari seluruh makhluk.
Ia menggunakan ilustrasi perbedaan antara kaum Sufi dan orang yang tidak dapat diperbaiki lagi, dengan mengatakan hal-hal yang tidak dapat dipahami masyarakat luas.
Suatu hari, karena bicaranya tidak jelas, ia telah diolok-olok sebagai orang gila di masyarakat, oleh para pengumpat. Dia berkata:
Bagi pikiranmu, aku gila.
Bagi pikiranku, engkau semua bijak.
Maka aku berdoa untuk meningkatkan kegilaanku
Dan meningkatkan kebijakanmu
Kegilaanku dari kekuatan Cinta
Kebijakanmu dari kekuatan ketidaksadaran. [2]

Asy Syibli sezaman pula dengan Abu Muhammad Abdullah al-Murta’asy (328-348 H/939-992 M), yang senantiasa gemetar (murta’asy) dirinya jika mendengar ayat Tuhan dibacakan orang.
Pada penghabisan abad ketiga dan permulaan abad keempat itulah mereka mulai merasa perlu menentukan thariqat. Beberapa yang termasuk dalam lingkungan thariqat:
v Ikhlas, yaitu yang suci murni. Ibarat emas tulen, tidak bercampur dengan logam lain dan tidak pula saduran atau emas lancung.
v Muraqabah, artinya senantiasa mengintip dan mengintai dari dekat, apa-apa kemestian yang hrus dilakukan menuju Tuhan.
v Muhasabah, artinya memperhitungkan keadaaan diri sendiri supaya mendengar kelayakan menjadi murid (penuntut). Dihitung apa kelalaian, apa kekurangan.
v Tajarrud, artinya melepaskan segala ikatan apapun yang akan merintangi diri dalam menuju Allah. Misalnya kemegahan, hawa nafsu dunia, pangkat, kedudukan. Menurut fatwa setengah mereka, “Cintailah yang memberi nikmat, dan janganlah dicintai nikmat yang diberikan.”
v ‘Isyq, artinya rindu. Maka makhluk dinamai ‘asyiq, dan Khalik dinamai ma’syuq. Menurut fatwa setengah mereka, “Rinduilah Tuhan melebihi rindumu kepada segala kekasih, sebab kekasih yang lain akan kita tinggalkan atau meninggalkan kita. Tetapi Tuhan sebagai kekasih, Dia-lah yang akan kita tuju.
v Hubb, artinya cinta.
Nama Tuhan itu ialah rahman dan rahim (welas dan asih), maka nampaklah paduan cinta itu meliputi seluruh alam. Langit merindukan bumi, matahari merindukan bulan, lautan merindukan daratan. Perhatikanlah air mengalir dari puncak bukit, mengenai tanah-tanah yang tandus, sehingga menghidupkan yang telah mati. Air itu mengalir terus sampai ke laut, dalam lautan luas itu berkumpullah dia kembali, menjadi hujan, turun kembali ke bumi, menyuburkan bumi yang haus akan siraman.
Maka tiap-tiap guru mencari dan mendapat jalan. Bahkan sebanyak nafas orang pun tersedialah jalan itu.[3]

B.  Pemikiran Asy Syibli Tentang Tasawuf
Sebagai seorang sufi ada beberapa pokok pikiran yang di kembangkan oleh Asy Syibli, di antaranya:
Menurut beliau seorang sufi adalah semata-mata memfokuskan diri hanya kepada Allah dengan akhlak ketuhanan, dengan arti yang bersih, dengan gerakan-gerakan hati yang setia dan dengan usaha ke dermawanan. Dengan kata lain seorang sufi harus hidup sederhana dengan keadaan sempurna untuk menuju kepada yang Maha Sempurna.
Asy Syibli adalah seorang yang tidak pernah mengeluh menghadapi hidup. Terhadap manusia di dalam pergaulan hidup didunia yang banyak tipu daya dan kecurangan itu, beliau berkata: “Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, tumbuh di tepi jalan. Dilempari orang dia dengan batu, lalu dibalasnya dengan buah.” Dengan kata lain beliau menganggap bahwa tidak semua perbuatan buruk harus dibalas dengan perbuatan buruk juga.
Tentang ma’rifat beliau berkata, “Orang yang arif tidaklah menunjukkan alamat, orang yang benar-benar bercinta tidaklah banyak mengeluh, seorang hamba kepada Tuhannya tidaklah banyak da’wa, orang yang tengah ketakutan tidaklah merasa diam, dan seorang pun tidak ada yang dapat lari dan mengelak dari jalan menuju Allah SWT.[4]
III.     PENUTUP
Simpulan
Abu Bakar Asy Syibli dilahirkan di Surraman tahun 247 H/861 M. Dengan nama lengkap Abu Bakar Dalaf Ibnu Jahdar asy Syibli. Beliau wafat pada tahun 334 H/964 M sebagai seorang sufi.
Menurut Asy Syibli, seorang sufi adalah semata-mata memfokuskan diri hanya kepada Allah dengan akhlak ketuhanan, dengan arti yang bersih, dengan gerakan-gerakan hati yang setia dan dengan usaha ke dermawanan. Dengan kata lain seorang sufi harus hidup sederhana dengan keadaan sempurna untuk menuju kepada yang Maha Sempurna.
Pada penghabisan abad ketiga dan permulaan abad keempat Asy Syibli mulai merasa perlu menentukan thariqat. Beberapa yang termasuk dalam lingkungan thariqat:
v  Ikhlas
v  Muraqabah
v  Muhasabah
v  Tajarrud
v  ‘Isyq
v  Hubb
Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn..








DAFTAR PUSTAKA

1.    Hamka, 1993, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Pustaka Panjimas








[1] Hamka, 1993, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Pustaka Panjimas, hlm. 99
[3] Hamka, Op. Cit, hlm. 101-102
[4] Hamka, Op. Cit. Hlm. 100

No comments:

Post a Comment