ASY SYIBLI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah : Tasawuf
Dosen Pengampu : Prof.
Dr. H. Abdul Hadi, MA
Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Khoirul Badar
NIM : 210 205
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2011
ASY SYIBLI
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Misi utama
kerasulan Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. Kepada
seluruh umat manusia diminta agar meniru akhlaq dan keluhuran budi Nabi
Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari agar selamat di dunia dan akhirat.
Mengingat
kembali tentang Asy Syibli beliau adalah tokoh Islam yang cukup terkenal. Beliau
juga mengembangkan psikologi moral yang paling ketat dan berpengaruh dalam
tradisi tasawuf.
Tasawuf
adalah wasilah atau medium paling efektif dan tepat bagi orang mukmin untuk
sampai kepada Allah SWT. Tasawuf bisa mempercepat jalinan mesra dengan Tuhan
secara non-rasial (spiritual). Dengan tasawuf, selain dapat memantapkan rasa
tauhid dan memperhalus akhlak, juga bisa memurnikan ibadah dan amal shalih,
manusia tidak akan melihat Tuhan dengan mata kepala di akhirat nanti, tetapi
bisa melihatnya dengan mata hati di dunia.
Dalam makalah
ini juga dijelaskan tentang biografi singkat tentang Asy Syibli dan pemikiran
beliau tentang tasawuf.
B. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana biografi singkat
Asy Syibli ?
b.
Apa saja pemikiran Asy
Syibli tentang tasawuf?
II.
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Asy Syibli
Abu Bakar Asy Syibli
dilahirkan di Surraman tahun 247 H/861 M. Dengan nama lengkap Abu Bakar Dalaf
Ibnu Jahdar asy Syibli, beliau adalah keturunan dari keluarga pejabat yang
sangat di hormati masyarakat. Beliau mendapat julukan Asy Syibli, karena beliau
dilahirkan di Syiblah daerah Khurasan. Beliau wafat pada tahun 334 H/964 M sebagai
seorang sufi.[1]
Asy Syibli
menempuh pendidikannya dengan baik mulai dari kecil sampai beliau menginjak
usia dewasa, sehingga dapat menguasai ilmu agama dan menguasai ilmu fiqih dan
ilmu hadist. Selama dua puluh tahun beliau belajar kepada para ulama terkenal
dan tokoh sufi.
Setelah beliau
mengakhiri pendidikannya, Abu
Bakar Asy Syibli memasuki kehidupan baru dan bekerja sebagai pejabat
pemerintahan, karir beliau sebagai pejabat pemerintahan semakin menanjak,
tetapi pada akhirnya beliau melakukan kesalahan yang oleh Raja tidak di ampuni
dan kemudian beliau di pecat. Setelah di pecat, beliaupun membuka lembaran
hidup baru. Ia kemudian mendalamai ajaran sufi sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh Syeikh Junaidi Al Baghdadi. Beliau mendalami ilmu
fiqih dan ilmu tasawuf beliau belajar dengan Syeikh Junaid, lebih dulu beliau
pernah bergabung dengan kelompok diskusi Khair al Nassaj, dan kelompok inilah
beliau kemudian mendapat saran belajar kepada Syeikh Junaid, bimbingan yang
diberikan Syeikh Junaid kepada Asy Syibli adalah:
1.
Memantapkan kesabaran dan
kejujuran dengan usaha dagang.
2.
Memantapkan hakekat diri di
hadapan manusia dan menumbuhkan ketergantungan kepada Allah.
Kedua
bimbingan dan intruksi yang di berikan Syeikh Junaid dapat di laksanakan oleh
Asy Syibli dan akhirnya beliau menjadi murid dari Syeikh Junaid.
Al kisah
sebelum Asy Syibli diterima sebagai murid Syeikh Junaid
Asy-Syibli,
anggota istana yang angkuh, pergi ke al-Junaid, mencari pengetahuan sejati.
Katanya, “Aku dengar bahwa engkau mempunyai karunia pengetahuan. Berikan, atau
juallah padaku.”
Al-Junaid
berkata, “Aku tidak dapat menjualnya padamu, karena engkau tidak mempunyai
harganya. Aku tidak memberikan padamu, karena yang akan kau miliki terlalu
murah. Engkau harus membenamkan diri ke dalam air, seperti aku, supaya
memperoleh mutiara.”
“Apa yang
harus kulakukan?” tanya asy-Syibli.
“Pergilah dan
jadilah penjual belerang.”
Setahun
berlalu, al-Junaid berkata padanya, “Engkau maju sebagai pedagang. Sekarang
menjadi darwis, jangan jadi apa pun selain mengemis.”
Asy-Syibli
menghabiskan satu tahun mengemis di jalanan Baghdad, tanpa keberhasilan. Ia
kembali ke al-Junaid, dan sang Guru berkata kepadanya: “Bagi ummat manusia, kau
sekarang ini bukan apa-apa. Biarkan mereka bukan apa-apa bagimu. Dulu engkau
adalah gubernur. Kembalilah sekarang ke propinsi itu dan cari setiap orang yang
dulu kau tindas. Mintalah maaf pada mereka.” Ia pergi, menemukan mereka semua
kecuali seorang, dan mendapatkan pengampunan mereka.
Sekembalinya
asy-Syibli, al-Junaid berkata bahwa ia masih merasa dirinya penting. Ia
menjalani tahun berikutnya dengan mengemis. Uang yang diperoleh, setiap senja
dibawa ke Guru, dan diberikan kepada orang miskin. Asy-Syibli sendiri tidak
mendapat makanan sampai pagi berikutnya.
Ia diterima
sebagai murid. Setahun sudah berlalu, menjalani sebagai pelayan bagi murid
lain, ia merasa menjadi orang paling rendah dari seluruh makhluk.
Ia menggunakan
ilustrasi perbedaan antara kaum Sufi dan orang yang tidak dapat diperbaiki
lagi, dengan mengatakan hal-hal yang tidak dapat dipahami masyarakat luas.
Suatu hari,
karena bicaranya tidak jelas, ia telah diolok-olok sebagai orang gila di
masyarakat, oleh para pengumpat. Dia berkata:
Bagi
pikiranmu, aku gila.
Bagi pikiranku,
engkau semua bijak.
Maka aku
berdoa untuk meningkatkan kegilaanku
Dan
meningkatkan kebijakanmu
Kegilaanku
dari kekuatan Cinta
Kebijakanmu
dari kekuatan ketidaksadaran. [2]
Asy Syibli
sezaman pula dengan Abu Muhammad Abdullah al-Murta’asy (328-348 H/939-992 M),
yang senantiasa gemetar (murta’asy) dirinya jika mendengar ayat Tuhan
dibacakan orang.
Pada
penghabisan abad ketiga dan permulaan abad keempat itulah mereka mulai merasa
perlu menentukan thariqat. Beberapa yang termasuk dalam lingkungan thariqat:
v
Ikhlas, yaitu yang
suci murni. Ibarat emas tulen, tidak bercampur dengan logam lain dan tidak pula
saduran atau emas lancung.
v
Muraqabah, artinya
senantiasa mengintip dan mengintai dari dekat, apa-apa kemestian yang hrus
dilakukan menuju Tuhan.
v
Muhasabah, artinya
memperhitungkan keadaaan diri sendiri supaya mendengar kelayakan menjadi murid
(penuntut). Dihitung apa kelalaian, apa kekurangan.
v
Tajarrud, artinya
melepaskan segala ikatan apapun yang akan merintangi diri dalam menuju Allah.
Misalnya kemegahan, hawa nafsu dunia, pangkat, kedudukan. Menurut fatwa
setengah mereka, “Cintailah yang memberi nikmat, dan janganlah dicintai nikmat
yang diberikan.”
v
‘Isyq, artinya
rindu. Maka makhluk dinamai ‘asyiq, dan Khalik dinamai ma’syuq. Menurut
fatwa setengah mereka, “Rinduilah Tuhan melebihi rindumu kepada segala kekasih,
sebab kekasih yang lain akan kita tinggalkan atau meninggalkan kita. Tetapi
Tuhan sebagai kekasih, Dia-lah yang akan kita tuju.
v
Hubb, artinya cinta.
Nama Tuhan itu
ialah rahman dan rahim (welas dan asih), maka nampaklah paduan
cinta itu meliputi seluruh alam. Langit merindukan bumi, matahari merindukan
bulan, lautan merindukan daratan. Perhatikanlah air mengalir dari puncak bukit,
mengenai tanah-tanah yang tandus, sehingga menghidupkan yang telah mati. Air
itu mengalir terus sampai ke laut, dalam lautan luas itu berkumpullah dia
kembali, menjadi hujan, turun kembali ke bumi, menyuburkan bumi yang haus akan
siraman.
Maka tiap-tiap
guru mencari dan mendapat jalan. Bahkan sebanyak nafas orang pun tersedialah
jalan itu.[3]
B. Pemikiran Asy Syibli Tentang Tasawuf
Sebagai
seorang sufi ada
beberapa pokok pikiran yang di kembangkan oleh Asy Syibli, di antaranya:
Menurut beliau
seorang sufi adalah semata-mata memfokuskan diri hanya kepada Allah dengan
akhlak ketuhanan, dengan arti yang bersih, dengan gerakan-gerakan hati yang
setia dan dengan usaha ke dermawanan. Dengan kata lain seorang sufi harus hidup
sederhana dengan keadaan sempurna untuk menuju kepada yang Maha Sempurna.
Asy Syibli
adalah seorang yang tidak pernah mengeluh menghadapi hidup. Terhadap manusia di
dalam pergaulan hidup didunia yang banyak tipu daya dan kecurangan itu, beliau
berkata: “Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, tumbuh di tepi jalan.
Dilempari orang dia dengan batu, lalu dibalasnya dengan buah.” Dengan kata lain
beliau menganggap bahwa tidak semua perbuatan buruk harus dibalas dengan
perbuatan buruk juga.
Tentang
ma’rifat beliau berkata, “Orang yang arif tidaklah menunjukkan alamat, orang
yang benar-benar bercinta tidaklah banyak mengeluh, seorang hamba kepada
Tuhannya tidaklah banyak da’wa, orang yang tengah ketakutan tidaklah merasa
diam, dan seorang pun tidak ada yang dapat lari dan mengelak dari jalan menuju
Allah SWT.[4]
III.
PENUTUP
Simpulan
Abu Bakar Asy Syibli
dilahirkan di Surraman tahun 247 H/861 M. Dengan nama lengkap Abu Bakar Dalaf
Ibnu Jahdar asy Syibli. Beliau wafat pada tahun 334 H/964 M sebagai seorang
sufi.
Menurut Asy Syibli, seorang sufi
adalah semata-mata memfokuskan diri hanya kepada Allah dengan akhlak ketuhanan,
dengan arti yang bersih, dengan gerakan-gerakan hati yang setia dan dengan
usaha ke dermawanan. Dengan kata lain seorang sufi harus hidup sederhana dengan
keadaan sempurna untuk menuju kepada yang Maha Sempurna.
Pada penghabisan abad ketiga dan
permulaan abad keempat Asy Syibli mulai merasa perlu menentukan thariqat.
Beberapa yang termasuk dalam lingkungan thariqat:
v
Ikhlas
v
Muraqabah
v
Muhasabah
v
Tajarrud
v
‘Isyq
v
Hubb
Demikian makalah yang dapat kami
sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn..
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hamka, 1993, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta:
Pustaka Panjimas
No comments:
Post a Comment