Tuesday, December 10, 2013

PERAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN MELALUI ASURANSI DANA PENDIDIKAN TAKAFUL (FULNADI)



PERAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN MELALUI ASURANSI DANA PENDIDIKAN TAKAFUL (FULNADI)


Paper
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah : Asuransi Syari’ah
Dosen Pengampu : M. Arif Hakim, M.Ag

 










Disusun Oleh
Nama       : Ahmad Khoirul Badar
NIM        : 210 205)

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Usaha asuransi adalah suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi resiko di masa mendatang. Apabila resiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunis bisnis yang penuh dengan resiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga menghadapi resiko cacat atau meninggal.
Sehingga dalam dunia asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa harus memiliki prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian yang harus dipenuhi dimanapun berada.
Berdasarkan hal diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Prinsip Dasar Asuransi (Konv).”

B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu:
Apa saja prinsip-prinsip dasar dalam asuransi (konv)? Dan penjelasannya.







BAB II
PEMBAHASAN
PERAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN MELALUI ASURANSI DANA PENDIDIKAN TAKAFUL (FULNADI)

A.      Peran Lembaga Keuangan Syari'ah Terhadap Ilmu Dan Ekonomi Syari'ah
Perkembangan industri keuangan syariah di dunia terlihat begitu pesat. System dan industri keuangan syariah tidak lagi menjadi isu local yang sifatnya terbatas ada diantara negara-negara muslim saja, tetapi juga telah menjadi trend global dimana negara-negara non-muslim sudah mengambil posisi dan inisiatif untuk mengadopsi serta mengembangkan system sekaligus industri keuangan syariah ini. Negara-negara yang memiliki industri keuangan terkemuka seperti Inggris, Prancis, Jepang, Hongkong dan Singapura terlihat berlomba-lomba untuk menjadikan negara mereka sebagai pusat keuangan syariah, baik di dunia maupun di kawasan regional.
Bahkan lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF) telah pula menyatakan bahwa pengembangan keuangan syariah telah menjadi salah satu program utama mereka. Kondisi ini setidaknya disebabkan oleh dua factor: pertama, semakin banyaknya Negara baik muslim maupun non-muslim yang mengembangkan industri keuangan syariah dan perkembangan industri tersebut menunjukkan angka pertumbuhan yang sangat tinggi, sehingga diperkirakan dalam waktu yang tidak lama industri ini akan memainkan peran yang signifikan dalam percaturan industri keuangan dunia. Kedua, krisis keuangan yang menghantam banyak Negara, tidak hanya negara-negara emerging market (1998 – 2005) tetapi juga negara-negara maju (2008 – 2011), dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini mendorong banyak pihak untuk mencari alternative system keuangan yang lebih kuat. Alternative system keuangan tersebut diharapkan bukan hanya tahan dari guncangan krisis tetapi juga mampu mencegah krisis itu terjadi.
Perkembangan Keilmuan Ekonomi-Keuangan Islam dengan dinamika yang ada pada aspek politik dan budaya, kebangkitan negeri-negeri muslim dari kungkungan kolonialisme menjadi faktor penentu bangkitnya kesadaran mengaplikasikan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Dan perkembangan keilmuan ekonomi-keuangan Islam mengikut perkembangan aplikasinya dilapangan. Seperti yang banyak diketahui dari sejarah, perkembangan ilmu ekonomi Islam modern berawal dari ketidakpuasan tokoh agama Mesir khususnya para Guru di universitas Al Azhar Mesir atas beroperasinya Bank Inggris menggunakan konsep riba dalam rangka pembiayaan proyek Terusan Suez. Namun pada awal tersebut diskursus keilmuannya masih terbatas pada ruang lingkup Ilmu Fikih dan Kalam. Hal ini wajar terjadi mengingat saat itu, di dunia ilmu diskursus ekonomi-keuangan Islam masih beredar dikalangan ahli hukum dan kalam (Fuqaha).
Kemudian pada dekade seanjutnya diskursus ilmu ekonomi-keuangan Islam berhasil mulai mengekstrak prinsip-prinsip umum ekonomi yang kemudian mampu memberikan gambaran lebih jelas seperti apa aplikasi dasar dari ekonomi-keuangan Islam. Pada periode ini dimulai pula inisiasi pendirian lembaga keuangan yang operasionalnya berpedoman pada prinsip-prinsip syariah (Mitghamr Local Savings Bank yang didirikan oleh organisasi Ikhwanul Muslimun di Mesir pada tahun 1963). Pada periode selanjutnya, perkembangan keilmuan ekonomi-keuangan syariah berkembang sangat pesat dan lebih kompleks. Ilmu ekonomi-keuangan Islam bukan hanya berkembang pada semua aspek ekonomi dan keuangan tetapi juga semakin dalam diskursusnya, mengingat pada periode tersebut telah muncul generasi baru ekonom muslim yang mencoba melakukan eksplorasi keilmuan menggunakan wawasan keilmuan ekonomi yang mereka miliki.
Disamping itu dukungan negara-negara muslim pada aplikasi ini semakin terlihat baik secara individual maupun kolektif. Oleh sebab itu pada periode ini muncul kesadaran diantara sekelompok negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI/OIC) untuk mendirikan Islamic Development Bank yang bertujuan membantu permasalahan pembangunan negara-negara muslim anggotanya. Dan akhirnya pada dua dekade terakhir ini, aplikasi ekonomi-keuangan Islam semakin meluas dan semakin bervariasi pula aplikasinya. Aplikasinya tidak hanya terkonsentrasi pada aplikasi lembaga perbankan syariah dan sektor moneter saja, tetapi juga sudah menyebar pada aplikasi lembaga-lembaga keuangan non-bank seperti asuransi dan pasar modal, serta aplikasi non moneter seperti zakat dan wakaf. Produk dan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pun semakin meluas dan berkembang.
Pada awal pengembangannya praktek ekonomi-keuangan Islam lebih didominasi oleh praktek perbankan dengan produk yang mayoritas menggunakan akad jual-beli (murabaha). Selanjutnya basis akad produk semakin bervariasi, misalnya pada akad ijarah, takaful dan mudharabah-musyarakah (equities). Bahkan saat ini sudah pula beredar produk Sukuk (Islamic Bonds) yang dapat digunakan bukan hanya nasabah perorangan (retail) tetapi juga lembaga keuangan dan pemerintah. Oleh karena itu, jika dilihat dari penggunanya, khusus aplikasi keuangan Islam telah menjangkau semua segmen pengguna, dari kelompok retail, high net-worth (VIP customers), lembaga keuangan syariah, lembaga non-bank, pemerintah dan lembaga lainnya. Pada periode ini ada kesan dimana perkembangan industri, khususnya industri keuangan syariah, berkembang dengan sangat cepatnya. Sementara, kecepatan tersebut tidak diimbangi dengan pembangunan sistem pendidikan yang mampu menopang perkembangan industri. Dengan kondisi seperti itu, tentu muncul masalah-masalah yang mengganggu, baik disektor industri maupun di sektor sistem pendidikan (akan dibahas pada bagian selanjutnya).
Pada perkembangan terakhirnya, industri keuangan syariah hampir meliputi semua aspek transaksi keuangan, dari jenis transaksi di perbankan, asuransi, pasar modal, dana pension, reksadana, perusahaan pembiayaan sampai dengan pegadaian. Secara kelembagaan aplikasi keuangan syariah memang dipelopori oleh berdirinya bank-bank syariah sebagai berikut:
1.    Mitghamr Local Savings Bank (1963) – Shaikh Ahmad Al-Najjar
2.    Tabung Hajji Malaysia (1967) – Royal Professor Tunku Abdul Aziz
3.    Islamic Development Bank (1974) – Dr. Ahmed Mohamed Ali
4.    Dubai Islamic Bank (1975) – Sh. Saeed Lootah
Selanjutnya perkembangan aplikasi keuangan syariah di dunia menyebar pada praktek-praktek non-bank seperti asuransi, pasar modal, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, reksadana dan lain sebagainya. Sementara di Indonesia sendiri aplikasi keuangan syariah dipelopori dengan berdirinya BPR Syariah pertama di Bandung yaitu BPRS Berkah Amal Sejahtera (1988) dan Bank Muamalat Indonesia Tahun 1992 (berdasarkan UU No. 7 Tentang Perbankan dan PP No.72 tentang bank bagi hasil)
Saat ini perkembangan industri keuangan dan perbankan syariah di tanah air menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Berdasarkan data akhir tahun 2010 pertumbuhan keuangan syariah nasional secara umum diprakirakan lebih dari 30%, khusus untuk pertumbuhan perbankan syariah per-September 2011 mampu tumbuh mencapai 48%. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Maris Strategies & The Bankers November 2010, industri keuangan syariah Indonesia berdasarkan besarnya aset peringkatnya naik dari peringkat 17 tahun 2009 menjadi 13 dunia tahun 2010, dimana asetnya bertambah lebih dari dua kali lipat, dari USD 3.3 miliar menjadi 7.2 miliar. Namun begitu, berdasarkan besarnya aset saat ini belum ada satupun perusahaan keuangan syariah Indonesia yang mampu menembus peringkat 25 besar dunia. Dengan karakteristik aplikasi keuangan syariah yang erat dengan aktifitas usaha produktif ekonomi (sektor riil), diyakini bahwa praktek keuangan syariah mampu berkontribusi positif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peningkatan daya tahan serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang mampu mengakselerasi pengembangan industri keuangan syariah termasuk perbankan syariah nasional.
Saat ini pencapaian kinerja industri keuangan syariah dan perbankan syariah Indonesia telah diakui secara internasional, bahkan berada dalam posisi yang cukup baik diantara negara-negara yang memiliki industri serupa. Berdasarkan data peringkat yang dikeluarkan oleh Global Islamic Finance Report 2011 (BMB-UK), industri keuangan syariah Indonesia menempati peringkat ke-4 di dunia.
Berdasarkan metodologi penilaian yang dilakukan oleh BMB-UK dalam Global Islamic Finance Report 2011 ini, dapat disimpulkan bahwa tingginya peringkat industri keuangan syariah Indonesia karena jumlah lembaga perbankan yang cukup banyak, pengelolaan industri yang lebih mapan dan jumlah variasi lembaga keuangan syariah di luar perbankan yang juga melayani kebutuhan jasa keuangan syariah bagi masyarakat. Seperti yang sebelumnya di sebutkan, bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari volume asset industri keuangan syariah nasional tetapi tidak ada satupun perusahaan keuangan syariah, ternyata hal tersebut dapat disimpulkan secara positif, dimana meski size-nya kecil industri keuangan syariah Indonesia memiliki banyak jenis institusi dan tersebar luas melayani kebutuhan masyarakat banyak. Disamping itu, pengelolaan secara formal oleh pemerintah menunjukkan bahwa industri keuangan syariah nasional relatif cukup mapan dalam sebuah sistem industri.
Dengan karakteristik industri keuangan syariah yang masih baru dan struktur usaha di perekonomian Indonesia yang dominan usaha mikro-kecil, kapasitas terbatas, variasi lembaga yang banyak dan sebaran jaringan yang luas membuat industri keuangan syariah nasional yang ada saat ini dapat dikatakan optimal menjadi lembaga intermediari bagi unit usaha mikro-kecil Indonesia. Tetapi hal itu tidak kemudian bermakna indonesia tidak membutuhkan lembaga keuangan syariah yang besar. Pada perkembangan selanjutnya dalam rangka mewujudkan tingkat daya saing industri keuangan syariah nasional berdasarkan scale of economies-nya, diperlukan upaya untuk membesarkan size perusahaan-perusahaan keuangan syariah yang ada.
Perkembangan Industri Vs Perkembangan Ilmu dan SDM
Dengan demikian secara umum, baik perkembangan industri ini di lingkungan Indonesia maupun di lingkungan dunia internasional menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, terutama pada dua dekade terakhir ini. Apalagi perkembangannya sangat dibantu oleh sentimen ekonomi dunia ditengah badai krisis keuangan yang melanda seluruh belahan dunia pada dua dekade terakhir ini, dari negara-negara emerging market sampai dengan negara-negara maju. Kinerja internal industri dan lingkungan bisnis yang kondusif membuat industri ini berada dalam kondisi tumbuh sangat cepat. Namun yang disayangkan perkembangan industri itu tidak diikuti dengan perkembangan sistem pendidikan yang memadai, yang pada akhirnya diharapkan mampu menyediakan SDM bagi industri. Ketiadaan SDM yang memadai pada semua aspek, seperti SDM di tingkat praktisi, regulator, pengawas syariah, hakim, auditor dan akademisi itu sendiri, membuat langkah-langkah pengembangan bisnis keuangan syariah menjadi relatif pragmatis. Upaya-upaya pemenuhan kebutuhan SDM secara instan membuat strategi pengembangan industri keuangan syariah terkesan mengabaikan prinsip-prinsip dasar syariah pada aspek operasional, produk, good governance dan sharia governance.
Selain itu, ketertinggalan sektor pendidikan dalam eksplorasi ilmu ekonomi dan keuangan syariah membuat lembaga pendidikan bergantung pada pengetahuan yang menjadi dasar penerapan oleh lembaga keuangan di dunia industri. Kecenderungan ini tentu tidak tepat dalam rangka mewujudkan industri keuangan syariah yang kuat dan sehat. Dengan kecenderungan seperti itu, akademisi tidak mampu memerankan fungsinya dalam menjaga dan memelihara sektor industri agar selalu in-line dengan substansi keilmuan yang diterapkan oleh industri, karena industri sudah memainkan peranan dominan dalam mengontrol perkembangan ilmu itu sendiri. Pada dasarnya akademisi dengan pengetahuannya yang memadai sepatutnya menjadi elemen pengontrol bagi perkembangan industri, agar industri selalu berada pada track ilmu yang benar yang bermuara pada sistem keuangan yang kuat yang memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian. Pihak industri seharusnya menjadi mitra kalangan akademisi dalam memperkuat dan memperkaya ilmu, misalnya dalam memberikan masukan kelayakan praktik (practicability) dari ilmu-ilmu keuangan syariah. Oleh sebab itulah saat ini banyak sekali ketidak-puasan dari pakar ekonomi Islam dan syariah terhadap perkembangan aplikasi ekonomi dan keuangan syariah, baik di tanah air maupun di tingkat dunia internasional. Berikut ini di bawah ini beberapa kritik tersebut.

http://islamicbusinesscenter.blogspot.com/2012/06/peran-lembaga-keuangan-syariah-terhadap.html

B.       Peran Bank Syariah Dalam Transformasi Ekonomi Di Indonesia Asuransi Takaful
Perkembangan perekonomian Islam dewasa ini bertumpu pada empat pilar, yaitu:
Pertama; adalah korpus ekonomi Islam itu sendiri, yang berwujud teori-teori ekonomi  yang telah ditulis, baik oleh para ulama  yang pada  umumnya merupakan pembahasan mengenai hukum syariah di bidang ekonomi.
Kedua; proses pendidikan & latihan yang menciptakan tenaga-tenaga professional yang tak saja mampu melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi & bisnis, tetapi juga memahami syariah & lebih-lebih di bidang keuangan & perbankan, mampu melaksanakan asas-asas prudensialitas, baik ekonomis maupun syariah.
Ketiga; adalah perkembangan perbankan syariah & lembaga keuangan syariah lainnya (asuransi takaful, reksadana, obligasi, zakat & wakaf).
Keempat; adalah perkembangan bisnis di sektor riil, seperti pertanian, pertambangan, industri, perdagangan & jasa. 
Keempat pilar itu berkaitan satu dgn yang lain. Sebagai contoh, beroperasi nya sistem perbankan syariah secara berkesinambungan (sustainable) sangat bergantung pada mutu sumber daya manusia  (human resource) sebagai modal manusia (human capital) yang dihasilkan oleh sistem pendidikan & latihan. Selanjutnya perkembangan pendidikan & latihan juga bersumber pada perkembangan teori-teori & konsep-konsep mengenai keuangan syariah.  Perkembangan sektor riil pada gilirannya ditunjang oleh sektor keuangan & perbankan dengan modal finansial.
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dlm sejarah perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam, berbeda dgn ekonomi-ekonomi yang lain, lahir karena dua faktor, yaitu:
Pertama; berasal dari ajaran agama yang  melarang riba & menganjurkan sedekah.
Kedua; timbulnya surplus & yang disebut  petro-dollar dari negara-negara penghasil & pengekspor minyak dari Timur Tengah & negara-negara Islam. Adalah suatu kebetulan, bahwa lading-ladang minyak terbesar di dunia dewasa ini berada di negara-negara Muslim.
Sebenarnya kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad  ke 20. Tapi gagasan tersebut hanya melahirkan satu dua bank kecil yang tak berdasarkan bunga. Sebabnya mudah dipahami, yaitu karena tiada nya modal finansial yang mencukupi yang dimiliki kaum Muslim. Pada waktu itu juga sudah disadari adanya doktrin sedekah atau zakat & K.H. Ahmad Dahlan sudah punya gagasan utk membentuk lembaga amil (penghimpun & pengelola)  zakat. Tapi dana yang berhasil dikumpulkan itu dibutuhkan langsung utk dakwah & penyantunan fakir miskin. Karena itu belum ada gagasan utk menjadikan dana zakat sebagai modal bank.
Gagasan penghimpunan zakat utk modal bank baru timbul di Mesir pada awal dasawarsa 60-an. Maka pada tahun 1963, atas prakarsa seorang cendekiawan Mesir Dr. Ahmad al Najjar,  dibentuk bank pedesaan (rural bank) bersama Mir-Ghamr Bank. Bank itu sesungguhnya cukup sukses, namun karena tersandung oleh alasan politik pada zaman pemerintahan otoriter Jamal Abdul Nasser, bank itu ditutup pada tahun 1967. Namun eksperimen  bank Mir-Ghamr itu dihidupkan kembali dlm Nasr-Social Bank, dgn sponsor Pemerintah utk menolong masyarakat lemah sebagai bagian dari sosialisme Arab-Mesir. Namun bank tersebut tak lama umurnya karena berhenti beroperasi pada tahun 1976.
Dalam kasus dua bank perintis Mesir tersebut dapat ditarik beberapa pelajaran.
Pertama; ajaran Islam mampu menggerakkan ide sosial-ekonomi. Ide spirit yang bersumber pada ajaran agama ini, sekarang disebut juga sebagai modal sosial (social capital).
Kedua; peranan cendekiawan yang memiliki suatu konsep yang mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat & larangan riba.
Ketiga; dlm dua kasus  pendirian bank itu nampak peranan pemerintah, yang pertama bersifat negatif. Intervensi kekuasaan yang bermotif politik menyebabkan tutupnya bank Mir-Ghamr, tetapi bersifat positif dlm kasus didirikannya Nasr-Social Bank. Hanya saja, karena tiada nya sifat bisnis pada Nasr Social Bank, maka bank tersebut tak bisa berlanjut. Sedangkan Mir-Ghamr Bank cukup sukses berkembang, karena dijalankan secara professional, walaupun mengandung unsur sosial.
Perkembangan pesat bank-bank syariah yang lebih lazim disebut sebagai bank-Islam terjadi pada dasawarsa  ’70-an, setelah terjadinya krisis minyak yang menimbulkan oil-boom pada tahun 1971. Dengan naiknya harga minyak  hingga mencapai US$ 36,- per barel, maka terciptalah surplus dolar hasil ekspor  minyak. Modal itu mula-mula melayang ke Eropa Barat & AS utk disimpan atau dibelikan saham-saham perusahaan-perusahaan besar.
Dengan adanya surplus tersebut, & secara kebetulan lahir pula generasi sarjana Muslim hasil didikan universitas- universitas Barat, maka timbul gagasan konspirator utk menampung & menyalurkan modal tersebut di Dunia Islam sendiri. Maka berdirilah beberapa bank Islam di negara-negara Timur Tengah, terutama di Sudi Arabia, negara-negara Teluk & Mesir pada dasawarsa ’70-an misalnya  Dubai Islamic Bank (1973), di  kawasan negara-negara Emirat Arab,  Islamic Development Bank di Saudi Arabia (1975),  Faisal Islamic Bank di Mesir (1977).Kuwait House of Finance di Kuwait  (1977), atau Jordan Islamic Bank di Yordania (1978). Pada dasawarsa ’80-an timbul bank-bank Islam di negara-negara Eropa Barat, misalnya Islamic Bank Internasional di Denmark (1982), Islamic Banking System-Internasional Holding SA di Luxemburg  atau Dar al Maal di Swiss.  Pada tahun 1983 berdiri Bank Islam Malaysia dam di tahun yang sama juga di Pakistan, Pakistan Banking System. Baru pada tahun 1991 di Indonesia berdiri Bank Muamalah Indonesia (BMI).
Dalam pembentukan bank-bank di negara-negara Timur Tengah  sangat berperan orang-orang kaya yang dekat dengan  raja, dgn demikian pemerintah ikut berperan mendukung.  Sumber dananya berasal dari minyak yang dikuasai oleh keluarga raja. Ini berbeda dgn bank-bank di negara-negara industri maju yang berasal dari badan-badan usaha besar milik swasta. Di Indonesia, peranan pemerintah sangat penting yang ikut menghimpun dana dari BUMN.
Dewasa ini, menurut International Association for Islamic Bank, jumlah bank-bank Islam di seluruh Dunia Islam, yang mencakup 40 negara-negara Muslim maupun non-Muslim sudah lebih dari 200 unit, padahal pada tahun 1986 baru berjumlah 35 unit,  dgn aset sebesar US$200,- miliar, di antaranya deposito sebesar US$ 80,- miliar. Di antara bank-bank itu muncul kelompok trans-national group, yaitu Dar al Mal al Islami & al-Baraka-Dallah Group.  Satu di antaranya adalah Islamic Development Bank (IDB), yang sahamnya dimiliki oleh negara-negara Islam yang tergabung dlm OKI (Organisasi Konferensi Islam). Setiap negara Muslim punya hak utk meminta bantuan dana dari IDB ini, di antaranya Indonesia telah memperoleh dana melalui BMI yang memperoleh modal sehingga IDB ikut memiliki 35% saham BMI & baru-baru ini BMI juga memperoleh dana tambahan sebesar US$ 100,- juta guna memperkuat permodalannya. Selain itu, Reksadana Syariah yang dulu dipimpin oleh Iwan Poncowinoto, telah memperoleh pinjaman sebesar US$ 100,- miliar & telah berhasil dikembalikan. Tapi secara umum Indonesia belum memanfaatkannya secara maksimal.
Dari perjalanan perbankan & lembaga keuangan Islam  itu dapat ditarik keterangan, bahwa, perekonomian Islam yang selama ini berkembang dimulai  modal fisik (physical capital) atau  modal alam (natural capital), khususnya yang berasal dari minyak bumi. Dari hasil surplus ekspor minyak bumi ini  terbentuk modal financial (financial capital).
Pola perkembangan ini sebenarnya juga terjadi dlm perekonomian AS yang kaya sumber daya alam, terutama minyak dan  emas. Demikian pula pola perkembangan negara-negara Eropa Barat. Hanya saja negara-negara Eropa Barat mengeksploitasi sumber daya alam negara-negara jajahan melalui kolonialisme & imperialisme.
Namun demikian, modal finansial tersebut belum berhasil menumbuhkan sektor riil, khususnya di bidang pertanian & industri, walaupun telah menimbulkan industri pertambangan yang oil-related (seperti petro-kimia) .  Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama,  belum adanya konsep pembangunan yang komprehensif, kecuali misalnya di Iran yang mengarah kepada pembangunan pertanian & industrialisasi. Sebenarnya dana petro-dolar tersebut bisa dipergunakan utk membangun pertanian di Mesir, Sudan & beberapa negara Afrika Utara yang cukup berpotensi (misalnya di bidang hortikultura)
Bahkan juga dapat diarahkan utk membangun  kawasan Islam di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan  Malaysia. Di Indonesia, dana itu bisa ditanamkan di sektor kelautan, khususnya perikanan yang sangat potensial.
Namun hingga sekarang pun belum muncul gagasan utk membangun usaha kecil & menengah (UKM) di Dunia Islam. Namun di Indonesia, bank-bank syariah, khususnya BMI, telah mengarahkan 70% dananya utk membiayai usaha UKM.
Demikian pula lembaga-lembaga perbankan syariah baru seperti Bank Syariah Mandiri  (BSM), BNI-Syariah & Bank IFI-Syariah, telah mengarahkan sebagian besar dananya utk UKM.
Perkembangan penting & khas perbankan syariah di Indonesia adalah berkembangnya Bait al Maal wa al Tamwil & Bait al Tamwil Muhammadiyah. Jumlahnya sekarang sudah  mendekati angka 4.000 unit & Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang jumlahnya sekitar 86 unit. Lembaga ini merupakan bentuk lembaga keuangan mikro yang sangat sukses. Dan berbeda dgn lembaga keuangan mikro atau Grameen Bank di Bangladesh, BMT & BTM di Indonesia ini tumbuh dari bawah yang didukung oleh deposan-deposan kecil. Walaupun tak diakui sebagai bank, namun lembaga BMT-BTM ini telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana dari, untuk  & oleh masyarakat. Dengan perkataan lain BMT-BTM merupakan perwujudan demokrasi ekonomi. Apalagi sebagian besar BMT-BTM berbadan hukum koperasi yang merupakan badan usaha yang berdasarkan asas kekeluargaan yang sesuai dgn Islam. Namun lembaga keuangan mikro ini masih tetap kekurangan dana dibanding dgn kebutuhan dana masyarakat.
Salah satu ciri khas lembaga keuangan Islam adalah kaitannya yang erat dgn sektor riil, sebab dlm sistem non-ribawi, penghasilan lembaga keuangan tergantung dari keuntungan, terutama yang bersumber dari nilai-tambah yang diciptakan oleh sektor riil, khususnya pertanian & industri.  Karena itu, maka pertumbuhan perbankan syariah & lembaga keuangan mikro syariah perlu ditunjang dgn pengembangan bisnis.
Strategi pengembangan UKM ini erat kaitannya dgn strategi yang diusulkan oleh Samir Amin, Bung Hatta & Sritua-Arif. Berdasarkan pengalaman yang dipelajari oleh Samir Amin, ekonom-politik Mesir,  negara-negara yang sekarang telah menjadi negara industri maju, pada awal perkembangannya menempuh strategi  produksi barang-barang kebutuhan rakyat banyak yang dikaitkan & diikuti dgn pengembangan industri barang-barang modal. Baru pada tahap kedua, produksi bisa diarahkan kepada barang-barang kebutuhan golongan menengah ke atas & yang berorientasi ekspor. Namun di Indonesia, produksi UKM bisa pula diarahkan ke ekspor & bahkan memproduksi barang-barang mewah, misalnya dlm bentuk kerajinan yang mengandung nilai seni. Industri mebel, baik dari rotan maupun kayu, justru memperoleh pasar nya di luar negeri & kota-kota besar & segmen masyarakat yang berpendapatan  tinggi.
Dalam pengembangan sektor riil ini, faktor lain muncul, yaitu sumber daya manusia (human resource).  Dalam dua bukunya, “Intellectual Capital: The New Wealth of Organization” (1998) & bukunya yang lebih baru  “The Wealth of Knowledge: Intellectual Capital & the Twenty-First Century Organization”  (2001), Thomas A. Stewart menyambut beberapa jenis modal (capital), misalnya, tanah (land), pabrik-pabrik (factories), alat-alat (equipment), uang tunai (cash) & kepandaian (intellectual) .   Identifikasi Stewart tersebut bisa di kelompok-kelompok kan ke dlm berbagai jenis modal yang kini beragam itu. Tanah (pertanian & pertambangan) termasuk ke dlm modal alam, pabrik-pabrik & alat-alat (termasuk mesin) ke dlm modal material (material capital), uang tunai ke dlm modal finansial (financial capital) & kepandaian termasuk ke dlm modal intellectual (intellectual capital). Stewart dlm kedua bukunya mengatakan, bahwa di zaman  modern abad ke 21 ini, peranan modal intelektual sangat penting. 
Secara khusus ia menyambut peranan pengetahuan (knowledge), informasi (information) , hak milik intelektual (intellectual property) & pengalaman kolektif (collective experience) yang kesemuanya merupakan unsur-unsur modal intelektual. Semua jenis modal itu adalah merupakan sumber penciptaan  kekayaan (wealth).
Mengikuti konsep pembangunan Samir Amin yang sebenarnya pernah dikemukakan pula oleh Bung Hatta & diulangi oleh Sritua Arief, maka yang perlu dilakukan oleh umat Islam & bangsa Indonesia adalah membangun industri, namun industri yang saling menunjang pertanian. Pembangunan  pertanian & pertambangan akan menggunakan modal alam. Karena pembangunan pertambangan membutuhkan modal besar, maka harus diundang modal dari Timur Tengah.  Misalnya saja, dlm rangka dinarisasi mata uang, perlu dikembangkan pertambangan emas yang cukup melimpah di Indonesia. Pengembangan UKM utk menghasilkan barang-barang kebutuhan missal itu perlu diikuti oleh pengembangan industri barang modal, walaupun  dgn teknologi sederhana mengikuti pola India, Cina ,Taiwan & Jerman yang menghasilkan alat-alat pertanian & industri kecil. Ini tentu saja membutuhkan teknologi yang berarti membutuhkan modal intelektual.
Pendidikan & penelitian akan memegang peranan penting dlm pencitraan modal intelektual. Tapi lembaga pendidikan ini perlu langsung bekerja sama dgn industri & pertanian. Di sini peranan organisasi besar semacam  NU, Muhammadiyah, al Irsyad, Persis, al Wasliyah atau Darul Da’wah wal Irsyad di Sulawesi Tengah, sangat penting. Sebenarnya, industri perkapalan & dirgantara yang dikembangkan oleh BPPT perlu dipertimbangkan lagi. Amerika Serikat sangat kuat sektor industrinya karena memiliki industri yang menghasilkan teknologi, yaitu General Electric.  AS juga punya industri mobil terbesar du dunia, yaitu General Motor Sedangkan Jerman memiliki Daimler Crysler, Jepang memiliki Honda atau Mitsubishi.  Industri-industri itu mengandung berbagai jenis modal secara terpadu,  terutama modal material & modal intelektual.
Indonesia & Dunia Islam dewasa ini baru dlm taraf memperhatikan modal manusia yang unsur utamanya adalah pengetahuan (knowledge), keterampilan  (skill). Modal manusia yang dibutuhkan adalah wira swasta, tenaga teknik & manajer. Hanya saja pengembangan SDM ini membutuhkan waktu lama, karena itu perlu ditemukan bentuk-bentuk pendidikan yang lebih praktis misalnya sistem magang  sebagaimana dikembangkan di Jerman sejak abad pertengahan. Pendidikan turun menurun, melalui keluarga memerlukan perhatian & karena itu perlu mendapatkan perhatian pemerintah.
Modal yang dimiliki oleh umat Islam dewasa ini adalah modal natural & dlm batas-batas tertentu, modal finansial. Dalam hal ini, perlu diperhatikan temuan De Soto yang mengatakan bahwa sebenarnya penduduk negara-negara sedang berkembang yang dianggap miskin itu sebenarnya sangat besar, tapi puso (idle). Salah satu langkah yang dianjurkan adalah  pengembangan hak-milik (property right).  Program yang sebenarnya telah dilaksanakan di Indonesia, adalah sertifikasi tanah. Jika tanah-tanah sudah di sertifikasi, maka  nilai modal natural akan meningkat secara signifikan. Dengan sertifikat itu, masyarakat bisa mengakses modal dari perbankan & lembaga keuangan mikro guna mengembangkan  UKM. Lembaga keuangan juga bisa melakukan sekuritisasi hak milik tersebut, dlm rangka menghimpun modal.
Berdasarkan teori De Soto, perlu dikembangkan harta agama, khususnya zakat, sedekah, infak & wakaf. Bank bisa berperan membantu usaha-usaha mobilisasi dana ini. Baru-baru ini, oleh Prof. A. Mannan, telah dikembangkan produk wakaf tunai (cash wakaf).  Berdasarkan perhitungan di atas kertas, wakaf tunai ini sangat besar potensinya & merupakan sumber modal financial yang sangat potensial. Namun sekali lagi hal ini memerlukan dukungan modal manusia & modal intelektual.
Salah satu modal lain yang perlu diperhatikan adalah modal sosial yang dipropagandakan oleh Fukuyama. Sebenarnya, ajaran Islam merupakan sumber modal sosial ini, misalnya dlm ajaran amanah (trust) ta’awun (cooperation) , saling mengenai (ta’aruf) & banyak lagi. Hanya saja ajaran-ajaran itu belum diinterpretasikan sejalan dgn pemikiran ekonomi & pembangunan. Sekali lagi di sini sangat penting peranan perguruan tinggi & lembaga pendidikan & latihan pada umumnya. Setiap pendidikan pengetahuan & keterampilan, perlu ditunjang dgn pendidikan utk menciptakan modal sosial ini, karena menurut Fukuyama, modal sosial, berdasarkan pengalaman negara-negara industri maju sekarang ini, merupakan dasar dari kemajuan.
sumber: www.al-ikhwan.net Asuransi Takaful, Perkembangan Perbankan Syariah, Lembaga Keuangan Syariah, Teori Ekonomi, Ekonomi Islam, Sistem Pendidikan, Prinsip Prinsip Ekonomi, Negara Islam, Sumber Daya,
http://dakwah-online.web.id/peran-bank-syariah-dalam-transformasi-ekonomi-di-indonesia-asuransi-takaful-567.htm

Program asuransi syariah (individual) yang bertujuan untuk menyediakan dana pendidikan untuk putra-putri peserta sampai pendidikan tingkat sarjana dengan berbagai macam manfaat proteksi.
1.    Keistimewaan Asuransi Pendidikan Takaful Fulnadi
a.    Tidak ada dana Hangus ( premi yang dibayarkan tidak bisa diambil ) karena berhenti sebelum masa perjanjian berakhir.
b.    Biaya pendidikan diterima hingga perguruan Tinggi.
c.    Premi cukup dibayar hingga anak usia SMA (18 tahun),setelah anak Lulus Sma sudah tidak ada lagi kewajiban Membayar Premi,sedangkan dana pendidikan masih diberikan.
d.   Apabila Peserta Meninggal ahli waris mendapatkan
o  Santunan sebesar 100% manfaat takaful awal (premi X masa perjanjian)
o  Seluruh dana tabungan yang ada + bagi hasil
o  Tahapan uang pendidikan masih terus diterima seperti awal perjanjian

2.    Manfaat Asuransi Pendidikan Takaful
a.    Jika Peserta panjang umur sampai akhir perjanjian, Anak sebagai Penerima Hibah mendapatkan:
Tahapan* saat masuk (TK, SD, SMP, SMA, PT)** dan Beasiswa selama 4 tahun di Perguruan Tinggi.
b.    Jika Peserta mengundurkan diri sebelum masa perjanjian berakhir, Peserta mendapatkan:
Nilai Tunai
Seluruh dana di Rekening Tabungan Peserta yang berasal dari saldo tabungan dan bagian keuntungan atas hasil investasinya (mudharabah).
c.    Jika Anak sebagai Penerima Hibah meninggal sebelum seluruh tahapan diterima Peserta/ Ahli Waris mendapatkan:
o  Nilai Tunai
o  Santunan sebesar 10% Manfaat Takaful Awal (Premi Tahunan X Masa Perjanjian)
d.   Jika Peserta mengalami musibah dalam masa perjanjian
o  Polis Bebas Premi, dan Ahli Waris mendapatkan:
-       Santunan sebesar 50% Manfaat Takaful Awal (jika meninggal karena sakit atau cacat tetap total karena kecelakaan) atau 100% Manfaat Takaful Awal (jika meninggal karena kecelakaan).
-       Nilai Tunai
o  Anak sebagai Penerima Hibah mendapatkan:
-       Tahapan pada saat masuk (TK, SD, SMP, SMA, PT)**
-       Beasiswa setiap tahun sejak Peserta mengalami musibah s/d 4 tahun di Perguruan Tinggi
e.    Jika setelah masa perjanjian berakhir dan masih dalam pemberian beasiswa di Perguruan Tinggi Peserta mengalami musibah
o  Meninggal karena sakit atau cacat tetap total karena kecelakaan, Ahli Warisnya akan menerima Nilai Tunai
o  Meninggal karena kecelakaan, Ahli Warisnya akan menerima Nilai Tunai dan santunan sebesar 50% Manfaat Takaful Awal
o  Penerima Hibah akan tetap menerima Beasiswa sampai yang bersangkutan empat tahun di Perguruan Tinggi
3.    Syarat Kepesertaan
Usia Masuk untuk Peserta adalah : 20 s.d 55 tahun. Masa Perjanjian (kontrak) tergantung dengan usia Anak (sebagai penerima Hibah) pada saat masuk. Usia Anak (0 s.d 13 th); untuk usia kurang dari 6 bulan dianggap usia 0 tahun.
MP = 18 - Usia anak pada saat masuk
Min. Premi/bulan perkwitansi Rp 100,000
Catatan:
* Jika Tahapan yang jatuh tempo tidak diambil, akan diinvestasikan dan akan menambah Beasiswa pada saat di Perguruan Tinggi
** Sesuai masa perjanjian
*** Nilai Lebih Fulnadi Sebagai Asuransi Pendidikan Syariah
http://proteksi-syariah.blogspot.com/2009/11/asuransi-dana-pendidikan-takaful.html#!/2009/11/asuransi-dana-pendidikan-takaful.html


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn..


DAFTAR PUSTAKA

1.        http://islamicbusinesscenter.blogspot.com/2012/06/peran-lembaga-keuangan-syariah-terhadap.html
2.        http://dakwah-online.web.id/peran-bank-syariah-dalam-transformasi-ekonomi-di-indonesia-asuransi-takaful-567.htm
3.        http://proteksi-syariah.blogspot.com/2009/11/asuransi-dana-pendidikan-takaful.html#!/2009/11/asuransi-dana-pendidikan-takaful.html





No comments:

Post a Comment