EKONOMI ISLAM MENURUT RADIKALISME BERDASARKAN
PANDANGAN BAQIR AS-SADR DAN MAINSTREAM
Karya Ilmiah
Disusun Guna
Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Mengajukan Beasiswa
Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Khoirul
Badar
NIM :
210 205
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gerakan radikalisme
islam muncul bukan hanya terjadi di timur tengah tatapi juga di Negara lain
yang penduduk Islam. Meskipun ada perbedaan cultural dan mungkin juga tentang
pemahaman Islam itu sendiri. Gerakan radikalisme ini mempunyai tujuan yang sama
dengan paham fundamentalisme, Kesamaan nasib/solidaritas diantara
gerakan-gerakan islam yang melihat umat islam telah di dominasi oleh kekuatan
Negara atau kekuatan internasional yang cenderung menyerang kredibilitas islam
dalam membuat mereka bangun dan berjuang dengan mengatas namakan islam.
Beberapa kelompok
pemikir dan gerakan islam di Indonesia yang sempat di tandai sebagai kelompok
radikal seperti: Jama’ah Salafi, Negara Islam Indonesia (NII), Hizbut Tahrir
Indonesia(HTI), dan lain-lain. Memang dapat dikatakan bahwa kelompok-kelompok
ini merupakan organisasi fundamentalis dalam sebuah radikal karena semuanya
tidak mengakui adanya sendi-sendi Negara sekuler yang berdasarkan hukum buatan
manusia.
Adapun Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI) adalah sebuah kelompok organisasi yang sudah berbentuk gerakan
yang bertujuan untuk menegakkan syari’at islam, MMI cukup mendapat perhatian
publik karena tokoh sentralnya yaitu Abu Baker Ba’asyir dianggap mempunyai
hubungan dengan jamaah islamiah yang di anggap sebagai organisasi teroris oleh
PBB.
Berangkat dari hal di atas,
maka penulis memutuskan untuk menyusun karya ilmiah yang berjudul “Ekonomi
Islam Menurut Radikalisme Berdasarkan Pandangan Baqir As-Sadr dan Mainstream.”
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian singkat
tentang radikalisme?
2. Bagaimanakah radikalisme
dapat dianggap positif?
3. Apa pandangan Baqir as-Sadr
dan Mainstream tentang ekonomi islam?
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM
DAN RADIKALISME
A.
Pengertian Radikalisme
Radikalisme menurut
kamus besar bahasa Indonesia ikhtiar baru tahun 1995 adalah suatu paham aliran
yang menghendaki perubahan secara drastis (kamus besar bahasa Indonesia ikhtiar
baru: 1995). Sedangkan menurut kamus ilmiah popular radikalisme adalah inti
dari perubahan (bary, kamus ilmiah popular: 1994).
Radikalisme ialah
suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, pergantian, penjebolan terhadap
suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya bila perlu menggunakan cara-cara
kekerasan. menginginkan adanya perubahan total terhadap suatu kondisi atau
semua aspek kehidupan masyarakat. kaum radikal menganggap bahwa
rencana-rencananya adalah rencana yang paling ideal.[1]
Menurut KH. Tarmizi
Taher, terdapat dua makna asosiatif radikalisme, yaitu:
1. Radikalisme bermakna positif
mengandung pengertian tajdid (pembaharuan) dan islah (perbaikan), suatu spirit
perubahan menuju perbaikan.
2. Radikalisme bermakna negatif
mengandung pengertian ifrath (keterlaluan) dan ghuluu (melampui batas). Jadi
radikal di kaitkan dengan keekstriman, golongan sayap kiri, militant serta”anti
barat”.
B.
Sejarah Lahirnya Radikalisme
Tidak ada suatu
Negara, agama dan umat beragama yang terbebas dari gerakan-gerakan radikalisme.
Radikalisme muncul adanya diskriminasi, kecemburuan sosial, hancurnya tatanan
sosial, politik dan ekonomi. Radikalisme agama turut mewarnai citra agama islam
kontemporer.
Berawal dari
terbentuknya ikhwalnul muslimin (IM) sebagai embrio radikalisme. Banyak
informasi media massa melansir organisasi tertua dari organisasi-organisasi
radikal di dunia, khususnya di timur tengah seperti Mesir, Sudan, Lebanon, Yordania,
Kuwait, Arab Saudi, bahroin dan Qatar. IM terbentuk pada 1928 didirikan oleh
Hasan Al-Banna, kemunculan IM merupakan respons terhadap berbagai perkembangan
yang terjadi di dunia islam (khususnya timur tengah), berkaitan dengan makin
luasnya dominasi imperialis barat IM banyak merekrut kaum terpelajar dan buruh.
Pada akhir tahun
1948 dan awal 1949 IM mulai melancarkan serangan terhadap Inggris dan Yahudi di
Mesir yang menyebabkan terbunuhnya perdana mentri Mahmud Fahmi Al-Nuqrasyi dan
Al-Banna sendiri.
Pada 26 agustus
1941 di Lahore, Pakistan Maulana Sayyid
Abu Al-A’la Maududi memperjuangkan komunitas islam yang terpinggirkan. Partai
jama’at islam berhasil mendapatkan popularitas dan mampu menguasai perpolitikan
pada masa Zia ul-Haq (1988). Untuk pertama kalinya partai ini memiliki kekuatan
yang besar karena dekat dengan lingkaran kekuasaan, namun eksistensi jama’at
islam dalam politik kurang berkembang setelah jama’at islam di palestina.
Dunia kembali di
kejutkan dengan meletusnya revolusi Iran (1979), revolusi iran menjadi babak
baru keberhasilan revivalisme islam dalam merubah tatanan politik dominasi
barat, segala bentuk yang berkaitan dengan barat di hancurkan.
Revolusi iran
menampilkan partai mullah kepentas politik iran dan tidak pernah dipikirkan
oleh pengamat politik. Partai mullah mempunyai hubungan dengan Hizbullah di
Lebanon karena kesamaan pendiri yaitu para ulama syi’ah. Para ulama syiah menjalani
pendidikan bersama di sekolah-sekolah teologi di Irak, khususnya di kota najat (salah
satu kota suci bagi umat syiah). Pada akhir 1950-an dan 1960-an mereka sangat
aktif merumuskan suatu respon islam terhadap (ideologi) nasionalisme dan
sekularisme.
Keberhasilan
revolusi iran menginspirasi gerakan-gerakan radikal di beberapa Negara lain
seperti Palestina, Turki dan Aljazair. Hampir semua gerakan-gerakan radikalisme
selalu berhadapan dengan dunia barat.[2]
C.
Radikalisme dari Sisi Lain
Jika radikalisme banyak
dikonotasikan sebagai suatu paham yang ekstrim, militan, dan anti barat. Ada
sisi positif dari radikalisme. Radikalisme dalam makna positf bermakna islah
(perbaikan) dan tajdid (pembaharuan). Makna positif radikal inilah yang
seharusnya menjadi dasar pergerakan sehingga tujuan islam sebagai agama
rahmatan lil alamin tercapai.
Menurut KH. Tarmizi
Taher berfikir radikal berarti berfikir sampai keakar-akarnya. Befikir sampai
keakar berarti kembali pada landasan (pegangan) hidup yaitu al-Quran dan al-Hadist.
Bukankah tujuan dari radikalisme adalah kembali menegakkan syariat islam yang
sesuai dengan al-Quran dan al-Hadist. Pembaharuan dan perbaikan atas segala
bentuk pelanggaran syariat islam merupakan sisi positif dari radikalisme.
D.
Gerakan Radikal Positif (Prinsip-Prinsip Gerakan Tajdid
dan Islah)
1.
Menyerukan dan mengajarkan kepada umat islam untuk memahami ajaran agamanya
dengan pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman Rasulullah SAW dan para
sahabat beliau terdapat Al-Quran dan Al- Hadis.
2.
Mengoreksi segenap pemahaman dan pengalaman kita terhadap agama ini agar
dibersihkan dari polusi syirik dan bid’ah.
3.
Membangun mental ketaatan kepada penguasa muslim dalam segala perkara yang
baik dan berlepas diri dari kejelekan yang dilakukan oleh penguasa tersebut.
4.
mencegah adanya sikap memberontak kepada penguasa muslim dalam menyalurkan
rasa ketidakpuasan terhadap berbagai kebobrokan penguasa muslim.
5.
Menasehati penguasa muslim dengan nasehat yang tidak menimbulkan pemahaman
terhadap masyarakat bahwa nasehat tersebut sebagai sikap pemberontak kepada
penguasa yang di nasehaiti.
6.
Mencegah kemungkaran dengan syarat tidak mengandung resiko munculnya
kemungkaran yang lebih besar daripadanya.
7.
Mengikhlaskan segala bentuk perjuangan tersebut hanya untuk mencapai
keridhoan Allah Ta’alla dan tidak mempunyai tujuan sampingan atau susulan
apapun.
8.
Sabar berpegang teguh dengan prinsip-prinsip agama yang tidak bergeser
sedikitpun daripadanya dalam keadaan bagaimanapun dan dengan alasan apapun.
9.
Merujuk kepada kepemimpinan ulama Ahlul Hadis dalam memutuskan perkara-perkara
besar atau prinsip dan tunduk patuh kepada keputusan para ulama tersebut dalam
keadaan suka ataupun tidak suka.
10. Menjaga kesatuan dan persatuan umat islam di atas
bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menghindari perkara-perkara yang akan
menjadi sebab perpecahan umat islam selama tidak menyimpang dari keduanya.
E.
Ekonomi Islam Menurut Radikalisme
1.
Pandangan Baqir As-Sadr
Muhammad Baqir al-Sadr
dilahirkan di Kadhimiyeh pada 25 Dzulqaidah 1353 H/ 1 Maret 1935 M. Datang dari
suatu keluarga yang terkenal dari sarjana-sarjana Shi’ite dan para intelektual
islam, Sadr mengikuti jejak mereka secara alami. Beliau memilih untuk belajar
studi-studi islam tradisional di hauzas (sekolah-sekolah tradisional di Iraq),
di mana Beliau belajar fiqh, ushul dan teologi. Beliau adalah ulama syiah irak
terkemuka, pendiri organisasi hizbullah di Lebanon.
Sadr memandang
ekonomi islam sebagai suatu cara Islam memilih yang terbaik dalam pencarian
tujuan ekonomi dan sebagai solusi praktis dalam menyelesaikan masalah ekonomi
sejalan dengan konsep dari keadilan. Ekonomi islam menurut Sadr, tidak hanya
berdasarkan investigasi tentang hukum dari penawaran dan permintaan (supply
and demand), tidak juga tentang hubungan antara keuntungan dan bunga (profit
and interest), tidak juga peristiwa tentang penyusutan hasil produksi (diminishing
returns of production), yang menurutnya melambangkan “The Science Of
Economic”. Dengan rasa hormat, ekonomi islam adalah suatu doktrin karena
itu berhubungan dengan setiap ketentuan dasar dari tujuan ekonomi yang
berhubungan dengan ideologi keadilan sosial. Begitupun juga dengan sistem
ekonomi islam, juga digolongkan sebagai suatu doktrin karena menurut Sadr
mempunyai kaitan dengan apa itu hendaknya mempertanyakan yang didasarkan pada
kepercayaan-kepercayaan Islam, hukum-hukum, pendapat-pendapat, konsep-konsep
dan definisi-definisi yang diperoleh dari sumber hukum Islam. Dalam doktrin
ekonominya, keadilan menduduki suatu peran yang penting. Ini merupakan suatu
penilaian moral dan bukanlah bahan pengujian. Sebagai gantinya, keadilan
merupakan suatu referensi integritas atau ukuran suatu teori ekonomi, aktivitas
dan hasil-hasil dievaluasi.[3]
Pandangan Baqr as-Sadr
tentang masalah ekonomi islam yaitu masalah ekonomi muncul dari adanya
distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang
membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.[4] Yang
kuat akan bertambah kuat dan yang lemah akan bertambah lemah, kecemburuan sosial
muncul sebagai akibat dari diskriminasi ekonomi. Baqr as-Sadr menolak semua
teori ekonomi yang di kembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional, sebagai
gantinya Baqr as-Sadr menawarkan teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung
di gali dan di deduksi dari al-qur’an dan as-sunnah.
2. Pandangan Mainstream
Mainstream telah
menyutujui bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya manusia yang
terbatas yang di hadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.namun
dilema sumber daya yang terbatas ini memaksa manusia untuk melakukan
pilihan-pilihan atas keinginannya dan oleh karena itu manusia membuat skala
prioritas pemenuhan keinginan dari yang paling penting sampai yang paling tidak
penting.
Permasalahan bagi
ilmu ekonomi islam adalah bagaimana menata skala prioritas. Ilmu ekonomi
konvensional menyerahkan penataan ini pada selera manusia. Prinsip ini tidak
bersesuian dengan prinsip Islam karena manusia bisa terjerumus pada apa yang
disebut oleh Al-Quran dengan mempertuhankan hawa nafsu.
Pandangan
Mainstream tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Titik
pangkal persoalan ekonomi menurut mereka adalah kelangkaan sumber daya (scarcity).
Namun meskipun sama-sama memandang kelangkaan sebagai titik masalah, tentu saja
pandangan Mainstream tetap berbeda dengan ekonomi konvensional.
Perbedaan itu
terletak dalan menyelesaikan masalah. Kesulitan yang hadir karena sumber daya
yang terbatas di satu pihak dan keinginan manusia yang tak terbatas. Di sisi
lainnya, memaksa manusia membuat skala prioritas dalam memenuhi keinginannya.
Dalam pandangan ekonomi konvensional pola penentuan skala prioritas itu didasarkan pada pandangan selera masing-masing. Mereka boleh mempertimbangkan tuntutan agama, atau pun boleh mengabaikannya. Dengan kata lain pilihan prioritas itu diserahkan pada keinginan mereka yang bebas atau yang dalam bahasa Al-Quran disebut sebagai “mempertuhankan hawa nafsu”.
Dalam pandangan ekonomi konvensional pola penentuan skala prioritas itu didasarkan pada pandangan selera masing-masing. Mereka boleh mempertimbangkan tuntutan agama, atau pun boleh mengabaikannya. Dengan kata lain pilihan prioritas itu diserahkan pada keinginan mereka yang bebas atau yang dalam bahasa Al-Quran disebut sebagai “mempertuhankan hawa nafsu”.
Di sinilah perbedaannya,
pandangan Mainstream menegaskan pilihan dalam menata prioritas ekonomi itu tak
bisa diatur semaunya saja. Sebab, perilaku manusia dalam segala aspeknya tak
terkecuali masalah ekonomi, diatur dan dipandu oleh Al-Quran.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hampir semua kasus radikalisme
menunjukan bahwa kemunculan mereka senantiasa berhadapan dengan barat.
Eksperimen bermacam-macam, mulai dari oposisi terhadap rezim yang di anggap
sekuler dan kapitalisme yang di pandang exploitatif. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa peradaban modern yang saat ini diterapkan oleh seluruh masyarakat di
dunia belum mampu mengakomodasi kepentingan radikalisme.
Kalangan radikalisme sendiri tampaknya
sangat sulit menerima kecenderungan global yang mengatur hubungan antar bangsa
sehingga kita perlu menjembatani agar tidak terjadi tindak kekerasan yang
semakin merebak akibat dari kemunculan radikalisme tersebut sehingga dimasa
mendatang kita perlu menerapkan
prinsif-prinsif kebersamaan antar manusia untuk saling berbagi pemahaman
tentang arti radikalisme.
Sebagai kesimpulan umum, Sadr lebih
mengedepankan kepada pengawasan yang berhati-hati daripada keterlibatan langsung
dalam produksi. Seperti yang disebutkan sebelumnya. Negara yang dikepalai oleh
Amr, seharusnya berfungsi terjaminnya dinamisasi dari sistem ekonomi islam.
Sangat wajar bila Mainstream tidak
pernah membuang teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah. Menurutnya,
usaha mengembangkan ekonomi Islam tidak berarti harus memusnahkan semua hasil
analisis yang berharga yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional. Sebab,
mengambil hal-hal yang baik dan berguna yang dihasilkan oleh peradaban non Islam
tidaklah diharamkan. Mereka merujuk pada hadits Nabi yang mengatakan hikmah itu
bagi umat Islam ibarat barang yang hilang di mana saja ditemukan, umat Islamlah
yang paling berhak untuk mengambilnya.
Demikian karya ilmiah yang dapat penyusun
sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penyusun harapkan demi
perbaikan selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Amiiinn...
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, IIIT Indonesia: Jakarta, 2002
4.
http://fatimah.org/2011/11/19/tiga-sudut-pandang-ekonomi-islam/
[3] http://hmiekonomi.wordpress.com/2010/08/03/ekonomi-islam-dalam-pandangan-baqir-as-shadr-penulis-buku-iqtishaduna-iran/
Do this hack to drop 2lb of fat in 8 hours
ReplyDeleteAt least 160k men and women are hacking their diet with a easy and SECRET "liquid hack" to drop 1-2lbs every night while they sleep.
It's effective and works with everybody.
Just follow these easy step:
1) Grab a clear glass and fill it up with water half full
2) Proceed to do this weight losing hack
and you'll be 1-2lbs lighter in the morning!