Friday, November 15, 2013

LARANGAN RIBA


LARANGAN RIBA


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqh
Dosen Pengampu : Solikhul Hadi, M.Ag




 











Disusun Oleh :
Nama        : Ahmad Khoirul Badar
NIM          : 210 205


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2011
LARANGAN RIBA

I.          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Terkadang kita sebagai manusia menilai bahwa hukum fiqih itu semuanya mudah, termasuk di dalamnya riba, kita tidak tahu bahwa hal-hal yang sekecil inilah yang selalu membuat kita menjadi tersesat apabila kita tidak mengetahuinya secara terperinci, maka terjadilah penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba, masalah riba juga menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi, kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.

B.       Rumusan Masalah
a.     Berdasarkan QS. An-Nisa’ ayat 161, dapat disimpulkan kenapa riba dilarang? Dan apakah riba itu?
b.    Apa yang mendasari bahwa riba itu dilarang dan hukumnya haram?
c.     Bagaimana hikmah dilarangnya riba?











II.          PEMBAHASAN
A.      Pengertian Riba
Kata riba (الرّبوا) menurut bahasa artinya (الزّيادة) yaitu tambahan atau kelebihan. Sedangkan riba menurut syara’ ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’ atau dalam tukar menukar itu disyari’atkan terlambat menerima salah satu dari dua barang.[1]

B.       Dasar-dasar al-Qur’an yang Mengharamkan Riba
1.    Riba menurut al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ ulama’ hukumnya haram
Sesuai dengan firman Allah Swt., dalam QS. Al-Baqarah ayat 275
$yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Artinya: “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah ayat 275)
Perkataan انّما البيع مثل الرّبوا   itu disebut tasybih maqlub (persamaan terbaik sebab musyababihnya memiliki nilai lebih tinggi, sedangkan yang dimaksud disini ialah riba itu sama dengan jual beli – sama – sama halalnya. Tetapi mereka berlebihan dalam kenyakinannya, bahwa riba itu dijadikan sebagai pokok dan hukumnya halal, sehingga dipersamakan dengan jual beli, disinilah letak keharamannya.
2.    Pemakan harta riba tidak akan memperoleh kebahagiaan
Sesuai dengan firman Allah Swt., dalam QS. Ali Imran ayat 130
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran ayat 130)
Dalam ayat ini terdapat nas yang secara jelas mengharamkan riba, yang disertai dengan penjelasan yang menerangkan riba yang bersifat pemerasan dari golongan ekonomi kuat terhadap golongan ekonomi lemah itu mengandung penganiayaan. Dengan riba, pihak yang berhutang pada umumnya kaum lemah (dhuafa) tidak mampu mengembalikan hutangnya kepada pihak yang meminjamkan.
  1. Pemakan harta riba secara tidak langsung berada dalam kekafiran dan bergelimang dalam dosa
Sesuai dengan firman Allah Swt., dalam QS. Al-Baqarah ayat 276
ß,ysôJtƒ ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãƒur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur Ÿw =Åsム¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ  
Artinya: “Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah ayat 276)
Perkataan  كفّار  dan  اثيم , kedua kata ini termasuk sighat mubalaghah yang artinya banyak kekufuran dan banyak dosa. Ini menunjukkan bahwa perbuatan haramnya riba, inilah sangat keras. Dan ini termasuk perbuatan-perbuatan orang kafir bukan perbuatan-perbuatan orang Islam.[2]
  1. Harta yang diperoleh dari riba itu tidak mengandung berkah
Sesuai dengan firman Allah Swt., dalam QS. Ar-Rum ayat 39
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ  
Artinya: “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum ayat 39)
            Dalam ayat tersebut di atas, Allah Swt., mencela riba dan memuji zakat. Ayat ini secara halus menyebutkan bahwa riba itu tidak baik dan tidak bermanfaat bagi pelakunya. Karena si pelaku tidak akan mendapat pahala di sisi Allah Swt., dalam ayat ini dijelaskan bahwa perbuatan yang baik dan terpuji adalah zakat yang akan menghasilkan pahala di sisi Allah Swt., di akhirat.
            Yang selanjutnya diterangkan dalam QS. An-Nisa’ ayat 161
ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRôtGôãr&ur tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#xtã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ  
Artinya: “Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisa’ ayat 161)
            Dalam ayat ini, Allah menerangkan riba diharamkan bagi orang Yahudi, namun mereka melanggar larangan tersebut dan hal ini merupakan salah satu sebab kemurkaan Tuhan terhadap mereka.
            Dalam ayat ini juga Allah sudah mengisyaratkan riba itu dilarang atau diharamkan bagi orang Yahudi, tetapi belum ditemukan nas secara mutlak yang menjelaskan bahwa riba itu haram bagi orang muslim.
Ditegaskan lagi dalam QS. Al Baqarah ayat 278-279
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ   bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al Baqarah ayat 278-279)
            Dalam suatu riwayat, Rasulallah bersabda:
عن جابر رضي الله عنه قال لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم اَكِلَ الرِّبَوا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِيَهُ وَشَاهِدَهُ وَقَالَ هُمْ سَوَاء (رواه المسلم)
Artinya: “Dari Jabir ra. berkata bahwa Rasulallah Saw., telah melaknat orang-orang yang menjadi wakilnya (orang-orang yang memberi makan hasil riba) orang yang menuliskannya, dan (selanjutnya) Nabi Saw., bersabda: mereka itu semua sama saja.”
Beberapa ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa Islam sangat membenci perbuatan riba dan Islam menganjurkan kepada umatnya agar di dalam mencari rizki hendaknya menempuh cara yang halal seperti jual beli dan hikmahnya.[3]

Hukuman dan Ancaman Bagi Pelaku Riba
Allah menyuruh hamba-hambanya yang beriman agar bertakwa kepada-Nya. Allah pun melarang mereka melakukan sesuatu yang mendekatkan mereka kepada kemurkaan-Nya, dan menjauhkan mereka dari keridhaan-Nya. Allah Swt., berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, takutlah kepada-Nya, dan hati-hatilah dalam berbuat karena Dia mengawasimu, serta tinggalkanlah siksa riba, yakni tinggalkanlah hartamu yang merupakan kelebihan dari pokok yang harus di bayar oleh orang lain, setelah menerima peringatan ini. Jika kamu orang-orang yang beriman kepada apa yang disyari’atkan Allah, yaitu penghalalan jual beli, pengharaman riba, dan syari’at lainnya.[4]
Selanjutnya firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 yang menyebutkan ancaman bagi orang yang melakukan riba
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ  
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah ayat 275)
Dalam ayat ini Allah Swt., menceritakan saat mereka (orang-orang yang memakan riba) keluar dan bangkit dari kubur, untuk menuju kebangkitan dan perkumpulan. Allah berfirman: “orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, lantaran penyakit gila.” Maksudnya tidaklah mereka bangkit dari kuburnya pada hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan setan.
Dalam hal ini, Allah telah berfirman barang siapa yang kembali lagi kepada riba setelah dia menerima larangan Allah mengenai riba, maka mestilah dia masih dapat siksa dan ditegaskan hujjah kepadanya. Allah berfirman, “Maka mereka itulah penghuni neraka, sedangkan mereka kekal di dalamnya.”
Dalam ayat tersebut di atas, sudah ada ancaman dan hukumannya bagi pelaku riba, dan ditegaskan juga tidak diridhoinya perbuatan riba.
C.      Hikmah Dilarangnya Riba
Adapun hikmah dilarangnya perbuatan riba, antara lain sebagai berikut:
1.    Riba itu dapat mendatangkan permusuhan dan menimbulkan merosotnya semangat kerja, serta hilangnya sikap tolong menolong, dengan demikian dapat tumbuhnya sikap egois dan penindasan pada sesama manusia.
2.    Riba dapat menyuburkan tumbuhnya sikap atau mental pemboros dan munculnya sikap penumpukan harta pada satu tangan, yaitu sikap bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
3.    Riba apabila dibiarkan terus berlanjut akan dapat menjadi sarana untuk menjajah dan mengeruk harta orang lain.
4.    Riba dapat menghilangkan sifat kasih sayang dan tolong menolong akan sesamanya bahkan memunculkan sifat bakhil bagi pelaku riba.[5]

III.          PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 161, dapat diambil tema “Larangan riba,” yang diperkuat dengan QS. Al-Baqarah ayat 275, QS. Ali Imran ayat 130, QS. Al-Baqarah ayat 276, QS. Ar-Rum ayat 39, QS. Al-Baqarah ayat 278-279, merupakan surat dan ayat al-Qur’an yang menunjukkan tentang riba.
QS. Al-Baqarah ayat 275 menegaskan bahwa Allah Swt., menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
QS. Ali Imran ayat 130 menyatakan larangan untuk memakan riba, dan QS. Al-Baqarah ayat 278-279 merupakan ancaman Allah terhadap orang-orang yang memakan harta riba.
Yang jelas ayat-ayat al-Qur’an yang sudah tertera di atas, menyatakan bahwa Allah melarang dan mengharamkan riba, serta melaknat orang-orang yang melakukan riba.
Demikian makalah yang dapat penulis susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amiin.....
DAFTAR PUSTAKA

1.        Amir Abyan, Fiqih, Toha Putra, Semarang, 2006
3.        Muh. Nasib Al-Rifa’i, Tafsir Ihtisar Ibnu Katsir Jilid I, Gema Insani, Jakarta, 1999
4.        Abdur Rochim, Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas X, CV Gani SON, 2004
























Allah Swt.,  mengabarkan tentang pemakan riba, dan jeleknya akibat yang mereka tuai. Dikabarkan bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka pada hari kebangkitan nanti, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Mereka bangkit dari kubur dalam keadaan bingung, mabuk, goncang, dan merasa pasti akan ditimpakan hukuman yang besar, serta bencana yang menyakitkan.(Tafsir Al-Karimir Rahman, hlm. 117)




[1] Amir Abyan, Fiqih, Semarang, Toha Putra, 2006, hlm. 39
[2] http://haritswalk.wordpress.com
[3] Op. Cit, Amir Abyan, hlm. 40-41
[4] Muh. Nasib Al-Rifa’i, Tafsir Ihtisar Ibnu Katsir Jilid I, Gema Insani, Jakarta, 1999, hlm. 457-458
[5] Abdur Rochim, Fiqh untuk Madrasah Aliyah Kelas X, CV Gani SON, 2004, hlm. 109