PENAGIHAN
PAJAK
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Perpajakan
Dosen Pengampu
:
Disusun Oleh
1.
Ahmad
Khoirul Badar 210 205
2.
3.
4.
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH/EKONOMI SYARI’AH
2013
PENAGIHAN
PAJAK
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Suatu sistem pasti akan memerlukan perubahan dan itu
merupakan hukum besi sejarah yang tidak bisa dihilangkan, demikian pula dengan
sistem perpajakan di Indonesia, sejalan dengan perkembangan yang ada baik
perkembangan sistem kenegaraan maupun kehidupan sosial masyarakat indonesia
maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai diperlukan
pembaharuan-pembaharuan dalam sistem maupun hukum perpajakan.
Satu hal yang harus diingat,apakah perubahan-perubahan
yang ada akan membawa ke arah lebih baik ? ya jika perubahan itu dilaksanakan
secara konsisten dan jika tidak maka akan membawa kita pada suatu keadaan yang
statis atau bahkan lebih buruk daripada sebelumnya. Kerja-kerja yang konkrit
dan riil lebih memberikan jaminan perubahan ke arah yang lebih baik
dibandingkan dengan kata-kata hipokrit tanpa realisasi yang nyata.
Berdasarkan
hal diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Penagihan
Pajak.”
B.
Rumusan Masalah
1.
II.
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum, Pengertian, dan Jenis-jenis Penagihan
Pajak
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah
Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian
diubah dengan Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 2001.
Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang
dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa
menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.
Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17),
yaitu Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak
karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya
mengenai pembayaran pajak yang terutang.
Definisi lain menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan
pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah
disita.
Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau
badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajakmenurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatakan
Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan
memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika
dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat
Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, dan surat lain yang diperlukan untuk
penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak.
Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak
yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa,
penyitaan dan penyanderaan.[1]
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
penagihan pajak aktif dan penagihan pajak asif. Penagihan pajak pasif dilakukan
melalui surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak. Penagihan pajak aktif
atau penagihan pajak dilakukan dengan surat aksab diatur dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000.[2]
1. Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakna Surat
Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari
belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan
penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2. Penagihan Pajak Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari
penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan pajak ini fiskus berperan
aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak
tetapi akan diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan
lelang.[3]
B. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Pengihan seketika dan sekaligus adalah tindakan
penagihan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak
tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran.
Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang
diterbitkan apabila :
1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat
untuk itu.
2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai
dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan
yang dilakukannya di Indonesi.
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan usahanya, atau
menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan
perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk
lainnya.
4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.
5. Terjadinya penyitaan atas penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak
Ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Dalam Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Besarnya Utang Pajak
3. Perintah untuk membayar
4. Saat pelunasan pajak
Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan
sebelum penerbitan Surat Paksa.[4]
C. Tahapan Penagihan Pajak
Adapun tahapan penagihan pajak antara lain sebagai berikut:[5]
1. Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam surat tagihan
pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar
tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (satu
bulan sejak tanggal diterbitkan).
2. Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari
dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan surat paksa yang disampaikan
oleh juru sita pajak negara dengan dibebani biaya penagihan sebesar 25.000 (dua
puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2×24 jam.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak. Surat kuasa memiliki kekuatan eksekutorial dan
kedudukan hukum yang sama dengan pututsan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan tetap (inkracht).
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi :
1. Nama wajib pajak, atau nam Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Dasar penagihan
3. Besarnya Utang Pajak
4. Perintah untuk membayar.
Surat paksa diterbitkan apabila :
1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat
Teguran atau surat lain yang sejenis.
2. Terhadap penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus.
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak
Surat Paksa terhadap orang Pribadi diberitahukan oleh
jurusita pajak kepada :
1. Penanggung Pajak
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha
penanggung pajak, apabila penanggung pajak apabila yang bersangkutan tidak
dapat dijumpai.
3. salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan
belum dibagi.
4. para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada :
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggungjawab, pemilik modal.
2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan apabila jurusita
pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf 1.
Hal yang harus diperhatikan :
1. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan
pelaksanaan Surat Paksa.
2. Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum
lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan.[6]
3. Surat Sita
Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu
2×24 jam dapat dilakukan tindakan penyitan atas barang-barang Wajib Pajak
dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 75.000.
Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk
menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang
pajak menurut peraturan perundan-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi
oleh penanggung pajak dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberitahukan , Pejabat
menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Setiap melaksanakan
penyitaan, jurursita pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang
ditandatangani oleh jurusita pajak, penanggung pajak, dan saksi-saksi. Berita
Acara Pelaksanaan Sita mempunyai kekuatan mengikat meskipun penanggung pajak
menolak untuk menandatanganinya,
Barang yang dapat disita berupa :
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,
obligasi, saham.
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dam kapal dengan isi kotor
tertentu.
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak
telah melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan
pengadilan atau putusan Badan Perdilan Pajak atau ditetapkan lain dengan
Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.[7]
4. Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum
dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertuli melalui usaha pengumpulan
peminat atau calon pembeli.
Jika dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan,
utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan
melalui kantor lelang negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya
pelaksanaan sita belum di bayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya
iklan untuk pengumuan lelang dalam surat kabar dan biaya pada saat pelelangan.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk
membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar
utang pajak. Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah aygn cukup untuk
melunasi baya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan
oleh pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta
uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak
segera setelah pelaksanaan lelang.[8]
D. Bunga Penagihan Pajak
Menurut pasal 19 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut:[9]
Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, pada saat jatuh
tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak
atau kurang bayar itu, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua persen,) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggaljatuh tempo
sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan
Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu,) bulan. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001:15) .
E. Pencegahan dan Penyanderaan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara
terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia
berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan pertauran
perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan kepada penanggung pajak
yang memiliki utang pajak sekuarng-kurangnya sebesar rp 100 juta dan diragukan
itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya. Jangka waktu pencegahan paling
lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan dan dilakukan
berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas
permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan. Pencegahan tidak
mengakibatkan hapusnya hutang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan
pajak.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu
kebebasan penanggung utang pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakuakan terhadap penannggung pajak yang memiliki
utang pajak minimal sebesar Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya untuk
melunasi utang pajaknya. Masa penyanderaan paling lam 6 bulan dan dapat
diperpanjang maksimal 6 bulan. Penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan
Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat ijin
tertulis dari Menkeu atau Kepala Daerah tingkat I.[10]
F. Gugatan
Gugatan Penanggung Pajak terhadap Pelaksanaan Surat
Paksa, Surat Pelaksanaan Perintah Melaksanakan penyitaan, atau Pengumuman
Lelang hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak. Dalam hal gugatan
Penanggung pajak dikabulkan, penanggung pajak dapat memohon pemulihan nama baik
dan ganti rugi kepada pejabat paling banyak Rp 5 juta. Perubahan besarnya ganti
rugi ditetapkan dengan keputusan Menkeu atau keputusan Kepala Daerah. Gugatan
diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang dilakukan.[11]
G. Ketentuan Pidana
Adapun ketentuan-ketentuan pidana antara lain:
1. Penanggung pajak yang memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan,
meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah
disita dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6bulan dan paling lambat 4
tahun, dan denda paling seikit Rp 1.500.000 dan paling banyak 12.000.000 .
2. Apabila pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengalihkan atau menjual barang
sitaan (sesuai UU PPSP Pasal 25 ayat (3) huruf b,c,d,e) tidak melaksanakan
kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 minggu dan paling
lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000 dan paling banyak Rp
10.000.000 .
3. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan
yanh dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi,
atau menggagalkan yindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang
dilakukan oleh juru sita pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
minggu dan paling lam 4 bulan 2 minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000 dan
paling banyak 10.000.000. [12]
Selain iu Penanggung Pajak dilarang :
1. Memindahkan hak, memindahtangankan menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan,
menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita
2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan
untuk pelunasan barang tertentu.
3. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan fiducia atau
diagunkan untuk pelunasan utang tertentu.
4. Merusak, mencabut, atau menhilangkan segel sita atau salinan berita acara
Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti
perintah atau permintaan yang dilakuakan menurut UU, atau dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan
ketentuan UU yang dilakukan oleh juru sita pajak, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling banyak Rp 10 juta.[13]
H. Daluwarsa Tindakan Penagihan Pajak
Berdasarkan Pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan
penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan,
daluwarsa setelah lampau waktu 10 tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan.
Penagihan pajak dapat dilakukan setelah melampaui 10
tahun dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa. Kadaluwarsa dihitung sejak
tangal penyampaian surat paksa tersebut.
2. Adanya pengakuan utang dari Wajib Pajak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini dikarenakan sebagai berikut:
a. Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum
jatuh tempo pembayaran. Untuk daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal
surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima.
b. Adanya permohonan keberatan. Untuk daluwarsa ini penagihan pajak dihitung
sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima. Wajib Pajak melaksanakan
pembayaran sebagian utang pajaknya. Untuk daluwarsa ini penagihan pajak
dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut.[14]
I.
Permohonan Pembetulan atau Penggantian
Penanggung pajak dapat mengajukan permohonan
pembetulan atau penggantian kepada Pejabat terhadap surat teguran atau surat
peringatan atau surat lain yang sejenis, surat perintah penagihan seketika dan
sekaligus, surat paksa, dan surat lain yang sejenis yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan atau kekeliruan.dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal
diterima permohonan tersebut pejabat harus memberi keputusan atas permohonan
yang diajukan, dalam hal permohonan tersebut ditolak tindakan pelaksanaan
penagihan pajak dilanjutkan sesuai jangka waktu semula.[15]
Apabila
terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur
Jenderal Pajak secara jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.
1. Kesalahan atau Kekeliruan
dalam Ketetapan Pajak Yang Dapat Dibetulkan
Ruang
lingkup pembetulan ketetapan pajak, terbatas pada kesalahan atau kekeliruan
dari :
a. Kesalahan
tulis antara lain : kesalahan yang dapat berupa penulisan nama, alamat, NPWP,
nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal
jatuh tempo;
b. Kesalahan
hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian
dan atau pembagian suatu bilangan; atau
c. Kekeliruan
dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan
Neto, penerapan sanksi administrasi, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP),
penghitungan PPh dalam tahun berjalan, dan pengkreditan pajak.
2. Ketetapan Pajak Yang Dapat
Dibetulkan
Ketetapan
pajak yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan, antara lain :
a. Surat
ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
b. Surat
Tagihan Pajak (STP);
c. Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
d. Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
e. Surat
Keputusan Pembetulan;
f. Surat
Keputusan Keberatan;
g. Surat
Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
h. Surat
Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
3. Tata Cara dan Jangka Waktu
Penyelesaian Permohonan Wajib Pajak
Permohonan
pembetulan oleh WP harus disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
menerbitkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak (STP), atau surat
keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan yang diajukan pembetulan,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. 1 (satu)
permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, STP, atau surat
keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan;
b. Permohonan
harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung
permohonannya; dan
c. Surat
permohonan ditandatangani oleh WP dan dalam hal surat permohonan ditandatangani
oleh bukan WP, surat permohonan tersebut harus dilampiri surat kuasa khusus.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
permohonan pembetulan diterima, harus memberikan keputusan. Apabila jangka
waktu tersebut telah lewat Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu
keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap dikabulkan dan
paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhir jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut
Direktorat Jenderal Pajak wajib menerbitkan surat keputusan pembetulan
tersebut.[16]
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Penutup
Demikian makalah yang dapat kami
sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn..
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prof.Dr. Mardiasmo,
MBA.,Ak.,
Perpajakan, ANDI, yogyakarta, 2003
No comments:
Post a Comment