Tuesday, December 10, 2013

PENAGIHAN PAJAK



PENAGIHAN PAJAK


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Perpajakan
Dosen Pengampu :




Disusun Oleh
1.         Ahmad Khoirul Badar        210 205
2.          
3.          
4.          

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EKONOMI SYARI’AH
2013


PENAGIHAN PAJAK

I.          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Suatu sistem pasti akan memerlukan perubahan dan itu merupakan hukum besi sejarah yang tidak bisa dihilangkan, demikian pula dengan sistem perpajakan di Indonesia, sejalan dengan perkembangan yang ada baik perkembangan sistem kenegaraan maupun kehidupan sosial masyarakat indonesia maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai diperlukan pembaharuan-pembaharuan dalam sistem maupun hukum perpajakan.
Satu hal yang harus diingat,apakah perubahan-perubahan yang ada akan membawa ke arah lebih baik ? ya jika perubahan itu dilaksanakan secara konsisten dan jika tidak maka akan membawa kita pada suatu keadaan yang statis atau bahkan lebih buruk daripada sebelumnya. Kerja-kerja yang konkrit dan riil lebih memberikan jaminan perubahan ke arah yang lebih baik dibandingkan dengan kata-kata hipokrit tanpa realisasi yang nyata.
Berdasarkan hal diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Penagihan Pajak.”

B.       Rumusan Masalah
1.     


II.          PEMBAHASAN
A.      Dasar Hukum, Pengertian, dan Jenis-jenis Penagihan Pajak
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.
Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.
Definisi lain menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.
Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajakmenurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatakan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak.
Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.[1]
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan pajak aktif dan penagihan pajak asif. Penagihan pajak pasif dilakukan melalui surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dilakukan dengan surat aksab diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.[2]
1.    Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakna Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2.    Penagihan Pajak Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan pajak ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.[3]

B.       Penagihan Seketika dan Sekaligus
Pengihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran.
Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan apabila :
1.    Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.
2.    Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesi.
3.    Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
4.    Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.
5.    Terjadinya penyitaan atas penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak Ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Dalam Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
1.    Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2.    Besarnya Utang Pajak
3.    Perintah untuk membayar
4.    Saat pelunasan pajak
Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.[4]

C.      Tahapan Penagihan Pajak
Adapun tahapan penagihan pajak antara lain sebagai berikut:[5]
1.    Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkan).
2.    Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan surat paksa yang disampaikan oleh juru sita pajak negara dengan dibebani biaya penagihan sebesar 25.000 (dua puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2×24 jam.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat kuasa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan pututsan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap (inkracht).
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi :
1.    Nama wajib pajak, atau nam Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2.    Dasar penagihan
3.    Besarnya Utang Pajak
4.    Perintah untuk membayar.
Surat paksa diterbitkan apabila :
1.    Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau surat lain yang sejenis.
2.    Terhadap penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.
3.    Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak
Surat Paksa terhadap orang Pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada :
1.    Penanggung Pajak
2.    Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.
3.    salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.
4.    para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada :
1.    Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggungjawab, pemilik modal.
2.    Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf 1.
Hal yang harus diperhatikan :
1.    Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.
2.    Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan.[6]
3.    Surat Sita
Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2×24 jam dapat dilakukan tindakan penyitan atas barang-barang Wajib Pajak dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 75.000.
Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundan-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberitahukan , Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Setiap melaksanakan penyitaan, jurursita pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh jurusita pajak, penanggung pajak, dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita mempunyai kekuatan mengikat meskipun penanggung pajak menolak untuk menandatanganinya,
Barang yang dapat disita berupa :
1.    Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham.
2.    Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dam kapal dengan isi kotor tertentu.
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan Perdilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.[7]
4.    Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertuli melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
Jika dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui kantor lelang negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum di bayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuan lelang dalam surat kabar dan biaya pada saat pelelangan.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah aygn cukup untuk melunasi baya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak segera setelah pelaksanaan lelang.[8]

D.      Bunga Penagihan Pajak
Menurut pasal 19 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut:[9]
Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar itu, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen,) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggaljatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu,) bulan. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001:15) .

E.       Pencegahan dan Penyanderaan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan pertauran perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan kepada penanggung pajak yang memiliki utang pajak sekuarng-kurangnya sebesar rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya. Jangka waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan dan dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan. Pencegahan tidak mengakibatkan hapusnya hutang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung utang pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakuakan terhadap penannggung pajak yang memiliki utang pajak minimal sebesar Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya untuk melunasi utang pajaknya. Masa penyanderaan paling lam 6 bulan dan dapat diperpanjang maksimal 6 bulan. Penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat ijin tertulis dari Menkeu atau Kepala Daerah tingkat I.[10]

F.       Gugatan
Gugatan Penanggung Pajak terhadap Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Pelaksanaan Perintah Melaksanakan penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak. Dalam hal gugatan Penanggung pajak dikabulkan, penanggung pajak dapat memohon pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada pejabat paling banyak Rp 5 juta. Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan keputusan Menkeu atau keputusan Kepala Daerah. Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang dilakukan.[11]

G.      Ketentuan Pidana
Adapun ketentuan-ketentuan pidana antara lain:
1.    Penanggung pajak yang memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6bulan dan paling lambat 4 tahun, dan denda paling seikit Rp 1.500.000 dan paling banyak 12.000.000 .
2.    Apabila pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengalihkan atau menjual barang sitaan (sesuai UU PPSP Pasal 25 ayat (3) huruf b,c,d,e) tidak melaksanakan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 minggu dan paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000 dan paling banyak Rp 10.000.000 .
3.    Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yanh dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan yindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh juru sita pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 minggu dan paling lam 4 bulan 2 minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000 dan paling banyak 10.000.000. [12]
Selain iu Penanggung Pajak dilarang :
1.    Memindahkan hak, memindahtangankan menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita
2.    Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan barang tertentu.
3.    Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan fiducia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu.
4.    Merusak, mencabut, atau menhilangkan segel sita atau salinan berita acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakuakan menurut UU, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan UU yang dilakukan oleh juru sita pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling banyak Rp 10 juta.[13]

H.      Daluwarsa Tindakan Penagihan Pajak
Berdasarkan Pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau waktu 10 tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan.
Penagihan pajak dapat dilakukan setelah melampaui 10 tahun dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.    Diterbitkan surat teguran dan surat paksa. Kadaluwarsa dihitung sejak tangal penyampaian surat paksa tersebut.
2.    Adanya pengakuan utang dari Wajib Pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dikarenakan sebagai berikut:
a.    Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum jatuh tempo pembayaran. Untuk daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima.
b.    Adanya permohonan keberatan. Untuk daluwarsa ini penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima. Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya. Untuk daluwarsa ini penagihan pajak dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut.[14]

I.         Permohonan Pembetulan atau Penggantian
Penanggung pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada Pejabat terhadap surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, dan surat lain yang sejenis yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal diterima permohonan tersebut pejabat harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan, dalam hal permohonan tersebut ditolak tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan sesuai jangka waktu semula.[15]
Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.
1.    Kesalahan atau Kekeliruan dalam Ketetapan Pajak Yang Dapat Dibetulkan
Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak, terbatas pada kesalahan atau kekeliruan dari :
a.    Kesalahan tulis antara lain : kesalahan yang dapat berupa penulisan nama, alamat, NPWP, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo;
b.    Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu bilangan; atau
c.    Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, penerapan sanksi administrasi, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh dalam tahun berjalan, dan pengkreditan pajak.
2.    Ketetapan Pajak Yang Dapat Dibetulkan
Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan, antara lain :
a.    Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
b.    Surat Tagihan Pajak (STP);
c.    Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
d.   Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
e.    Surat Keputusan Pembetulan;
f.     Surat Keputusan Keberatan;
g.    Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
h.    Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
3.    Tata Cara dan Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Wajib Pajak
Permohonan pembetulan oleh WP harus disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak (STP), atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan yang diajukan pembetulan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, STP, atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan;
b.    Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung permohonannya; dan
c.    Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP, surat permohonan tersebut harus dilampiri surat kuasa khusus. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima, harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap dikabulkan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhir jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut Direktorat Jenderal Pajak wajib menerbitkan surat keputusan pembetulan tersebut.[16]




III.          PENUTUP

A.      Kesimpulan


B.       Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn..



DAFTAR PUSTAKA

1.        Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak.,  Perpajakan, ANDI, yogyakarta, 2003



No comments:

Post a Comment