Tuesday, December 10, 2013

KERANCUAN KONSEP UANG DALAM PEMIKIRAN KONVENSIONAL



KERANCUAN KONSEP UANG DALAM PEMIKIRAN KONVENSIONAL


Paper
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah : Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu : M. Arif Hakim, M.Ag




Disusun Oleh :
Nama            : Ahmad Khoirul Badar
NIM               : 210 205

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2013


KERANCUAN KONSEP UANG DALAM PEMIKIRAN KONVENSIONAL

I.   PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam kitab Ihya 'Ulumiddin, di mana di dalam salah satu sub babnya Al-Ghazali membicarakan masalah uang yang dipergunakan manusia sebagai nikmat dari Allah.[1]
Menurut Al-Ghazali sejarah perkembangan uang dimulai dari barter (al-Mufawadhah) hingga pada penggunaan logam mulia, yaitu emas dan perak. Barter dilakukan dengan cara langsung menukarkan barang dengan barang. Kegiatan tukar menukar barang ini dengan jalan "tukar ganti", yakni memberikan suatu barang yang dibutuhkan orang lain dan untuk mendapatkan barang gantian yang dibutuhkan.
Lama kelamaan, setelah masyarakat mengenal spesialisasi dan perdagangan semakin luas, cara barter semakin tidak sesuai lagi, karena sulit sekali menemukan pihak lain yang kebetulan mempunyai barang yang sama dengan yang kita butuhkan, dan dia pun membutuhkan apa yang kita tawarkan kepadanya dengan nilai yang kira-kira sama atau dapat dibandingkan, dan ia bersedia menukarnya. Untuk itu, melihat semakin besarnya jangkauan perdagangan, sistem barter tersebut perlu direvisi dan diganti dengan menciptakan sesuatu yang nilainya disepakati bersama, yaitu uang.

B.    Fakta dan Kasus
Kalau kita melihat sejenak fungsi uang di mata ekonomi konvensional, kita akan menemukan fungsi uang sebagai store of value (penyimpan nilai) yang merupakan konsekuensi logis dari pengakuan teori konvensional terhadap adanya motif money demand for speculation. Tapi islam secara tegas menolak fungsi tersebut. Islam hanya memperbolehkan uang dipergunakan untuk transaksi dan untuk berjaga-jaga, dan menolak penggunaan uang untuk motif spekulasi.
II.   PEMBAHASAN
A.     Kerancuan Konsep Uang dalam Pemikiran Konvensional
Pemikiran ekonom konvensional tentang uang sangatlah beragam. Marshall-Pigou dalam Karim (2007 : 89) berpendapat bahwa uang adalah stock concept sehingga menganggap bahwa uang sebagai salah satu cara untuk menyimpan kekayaan (store of wealth), Selain itu, Marshall-Pigou juga berpendapat bahwa manusia mempunyai individual choice yaitu bagaimana dia menentukan dan bagaimana memegang dan memelihara asetnya, apakah sebagian di bonds, di stock atau di money, dan sebagainya. Dalam teori moneter konvensional, Keynes memandang bahwa individual choice seseorang itu dipengaruhi oleh tiga motif, yaitu money for demand for transaction yang ditentukan oleh tingkat pendapatan, money demand for precautionary yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan money demand for speculation yang ditentukan oieh tingkat suku bunga.
Sebenarnya, ada beberapa kekeliruan yang dibuat oleh Keynes, salah satunya yang juga diprotes oleh muridnya sendiri, Tobin-Baumol, masing-masing pada tahun 1953 dan 1956. Menurut anaiisis Karim {2007: 90), secara implisit, ada perfect substitution antara money dan non-monetary asset. Diiihat dari modelnya, secara implisit Keynes mengatakan baiiwa adanya perfect substitution antara money, bonds dan capital dalam teori konvensional dan yang disebut dengan problem of agregation di mana diketahui ada lima pasar, yaitu:
1.  Consumer Goods
2.  Labor Services
3.  Production (Capital) Goods
4.  Bonds
5.  Money
Semua ini akan berhadapan dengan:
1.  Prices
2.  Wages
3.  Interest
Dari variabel-variabel di atas, timbul persoalan karena ada 5 (lima) pasar yang akan dipecahkan dengan 3 harga. Untuk memecahkan persoalan ini, Keynes menggabungkan capital goods dan bonds menjadi non-monetary asset sehingga terdapat 4 pasar dengan 3 harga. Ketika Keynes menggabungkan capital goods dan bonds menjadi satu nama baru yaitu non-monetary asset, di situlah terjadi kekeliruan yang akhirnya membawa implikasi jauh ke belakang ke teori-teori yang sampai sekarang. Gabungan capital goods dan bonds diwakilkan nilainya dengan interest. Dengan demikian, secara implisit, capital goods dan bonds dianggap perfect substitution.
Sebenarnya, seseorang bisa memegang uang dan bonds dalam waktu bersamaan. Ketika uangnya sudah habis, dia bisa mencairkan bonds-nya yang kemudian dia bisa hidup dari penjualan bonds, sehingga dalam teori Tobin-Baumol, kita dapat memaksimalkan selisih (iB-TC) di mana iB adalah interest income dari bonds, dan TC adalah transaction cost. Bagi Tobin-Baumol, money demand for precautionary tidak saja ditentukan oleh tingkat pendapatan, narnun juga ditentukan oleh tingkat suku bunga. Beberapa pakar ekonom mulai dari Marshall-Pigou, Keynes sampai Tobin-Baumol, semuanya berbicara tentang stock concept dari money. Setelah itu, teori Fisher yang telah cukup lama ditinggalkan, yang kemudian ditanggapi oleh Friedman dalam Karim (2OO7: 91) memandang bahwa sebenarnya teori Fisher lebih canggih. Friedman tidak lagi berbicara tentang nominal interest rate tetapi tentang diferential interest rate antara interest rate bonds, interest rate money, expected inflation, dan lain-lain.[2]

B.    Konsep dan Fungsi Uang dalam Islam
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang ialam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, menurut Karim (2007 : 77] konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional sering diartikan secara bolak-balik (interchangeability) yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Menurut Ibn Taimiyah dalam Islahi (1988: 140), uang dalam Islam adalah alat tukar dan alat pengukur nilai. Uang dimaksudkan sebagai alat pengukur dari nilai suatu barang, melalui uang, nilai suatu barang akan diketahui dan mereka tidak menggunakannya untuk diri sendiri atau dikonsumsi. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh muridnya, Ibn Qayyim baliwa uang dan keping uang tidak dimaksudkan untuk benda itu sendiri, tetapi dimaksudkan untuk memperoleh barang-barang (sebagai alat tukar). Dalam kaitannya dengan konsep uang, al-Ghazali mengungkapkan bahwa: "uang bagaikan kaca, kaca tidak memiliki warna, tetapi ia dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga, tetapi uang dapat merefleksikan semua harga".
Dari definisi dan teori mengenai uang di atas, secara umum uang dalam Islam diartikan sebagai alat tukar dan pengukur nilai barang dan jasa untuk memperlancar transaksi perekonomian. Dengan demikian, uang bukan merupakan konioditi. Oleh karena itu, menurut Ascarya (2OO7: 22-23) motif memegang uang dalam Islam adalali untuk transaksi dan berjaga~jaga saja, dan bukan untuk spekulasi.
Hal ini disebabkan karena perbuatan yang mengarah kepada motif spekulasi dilarang dalam Islam. Untuk itu, instrumen moneter yang ada dihindarkan dari penggunaan variabel yang akan mengarahkan kepada motif spekulasi. Keberadaan instrumen pengganti suku bunga diarahkan penggunaannya terhadap uang yang memiliki tujuan yang bersifat penting dan mendesak serta investasi yang produktif dan efisien (Karim, 2007: 186).
Dalam Islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods (flow concept) lalu mengendap ke dalam kepemilikan seseorang (stock concept) dan uang tersebut menjadi milik pribadi (private goods). Uraian mengenai konsep uang sebagai flow concept dan public goods dapat dijelaskan oleh Karim (2OO7: 88-89) sebagai berikut:
1.    Uang sebagai Flow Concept
Dalam islam, uang adaiah flow concept sedangkan capital adalah stock concept. Semakin cepat perputaran uang, maka semakin baik. Uang dapa diibaratkan seperti air. Jika air dialirkan, maka air tersebut akan bersih dan sehat. Namun jika air dibiarkan menggenang dalam suatu tempat, maka air tersebut akan keruh (kotor). Demikian juga halnya dengan uang, uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbuikan kemakmuran ekonomi dan kesehatan masyarakat. Sementara itu, jika uang ditahan (menimbun uang), maka dapat menyebabkan macetnya roda perekonomian sehingga dapat menimbulkan krisis ekonomi. Untuk itu, uang perlu digunakan untuk investasi di sektor riii. Jika uang hanya disimpan, maka bukan saja tidak mendapatkan return, tetapi juga dikenakan zakat.
2.    Uang sebagai Public Goods
Uang sebagai public goods memiiiki ciri sebagai barang yang dapat dignnakan oleh masyarakat tanpa menghalangi orang lain untuk menggunakannya. Uang sebagai public goods diibaratkan jalan raya dan capital sebagai private goods diibaratkan dengan kendaraan. Jalan raya dapat digunakan oleh siapa saja tanpa terkecuali, tetapi masyarakat yang mempunyai kendaraan berpeiuang lebih besar dalam pemanfaatan jalan raya dibandingkan dengan masyarakat yang tidak niempunyai kendaraan. Begitu pula dengan uang. Uang sebagai public goods dapat dimanfaatkan lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya. Hai ini bukan karena simpanan mereka di bank, tetapi karena asset mereka, seperti rumah, mobil, saham, dan lain-lain yang digunakan di sektor produksi sehingga memberikan peluang yang lebih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang. Jadi, semakin tinggi tingkat produksi, maka akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari uang (public goods) tersebut. Sehingga penimbunan dilarang karena menghalangi orang lain untuk menggunakan public goods tersebut (Karim, 2007:89).[3]
III.   PENUTUP
A.     Kesimpulan
Capital
Uang
Konsep uang dalam Islam, dapat digambarkan dalam gambar berikut : [4]
VS
Flow Concept
Stock Concept
Variabel yang mempunyai dimensi waktu atau mengalir sepanjang waktu
Variabel yang mengukur suatu kuantitas pada suatu waktu tertentu
ANALOGI
Air yang masuk dan keluar dari kolam air adalah aliran (flow), sedangkan air yang berada dalam kolam tersebut dalam jangka waktu tertentu adalah persediaan (stock). Pendapatan (income) adalah flow, sedangkan kekayaan (wealth) adalah stock.
 










Jika dibandingkan antara konsep uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi islam dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini.
Tabel. Konsep dan Fungsi Uang Menurut Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam[5]
Uang
Ekonomi Konvensional
Ekonomi Islam
Konsep Uang
Uang identik dengan modal
Uang (modal) adalah private goods
Uang (modal) adalah flow concept bagi fisher
Uang (modal) adalah stock concept bagi Cambridge School
Uang tidak identik dengan modal
Uang adalah public goods
Modal adalah private goods
Uang adalah flow concept
Modal adalah stock concept
Fungi Uang
Medium of Exchange
Store of Value
Unit of Account/Measure of Value
Standard for Deferred Payment
Medium of Exchange
Unit of Account /Measure of Value
                                                                                               
Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah  satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.”[6]
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditii dapat kita rasakan sekarang. “Bubble Gum Economic” telah meletus, dan resesi ekonomi global pun menyapa seluruh dunia.

B.    Saran
Dalam menggunakan uang sebagaimana yang disyariatkan agama, yakni dengan cara bermuamalah yang baik adalah salah satu bentuk syukur nikmat. Sebaliknya, jika uang digunakan tidak sesuai yang disyariatkan agama maka ia berbuat dzalim.



Daftar Pustaka

1.     Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Maktabah Syamilah.
2.     Anita Rahmawati, Ekonomi Makro Islam, Elisa, Kudus, 2009


[1] Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Maktabah Syamilah, Jilid 2, hlm. 417
[2] Anita Rahmawati, Ekonomi Makro Islam, Elisa, Kudus, 2009, hlm. 114-115
[3] Ibit, hlm. 121-124
[4] Ibit, hlm. 124
[5] Ibit, hlm. 125

No comments:

Post a Comment