Wednesday, December 11, 2013

PERTUKARAN NILAI MATA UANG DAN UANG SEBAGAI MATA DAGANGAN



PERTUKARAN NILAI MATA UANG DAN UANG SEBAGAI MATA DAGANGAN


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits
Dosen Pengampu : Fuad Riyadi, Lc., M.Ag.


STAIN 3


Disusun Oleh :
1.      Fahrus Setyawan               210 203
2.      Ahmad Khoirul Badar       210 205
3.      Aisya Nolaricha                210 221

 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2013


PERTUKARAN NILAI MATA UANG DAN UANG SEBAGAI MATA DAGANGAN

I.     Pendahuluan
Dalam sistem ekonomi kapitalis, uang dianggap sebagai salah satu komoditas yang dapat diperdagangkan, selain tentunya berfungsi sebagai alat tukar dan pengukuran nilai suatu barang atau jasa tertentu. Layaknya barang komoditas, uang, dalam sistem kapitalis, memiliki sebuah harga. Sehingga, jika seseorang ingin meminjam uang dari orang yang lain, maka ia harus bersedia membayar harga dari uang tersebut. Inilah yang kita kenal dengan interest atau bunga uang.
Sementara dalam perekonomian Islam uang memiliki fungsi sebagai alat tukar dan pengukur nilai, tetapi tidak sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan. Hal ini karena uang dalam bentuk aslinya tidaklah memiliki harga sema sekali, selembar kertas atau sekeping logam. Uang baru akan bernilai jika sudah ditukarkan ke dalam bentuk asset yang riil atau untuk membayar jasa yang diterima oleh si pemilik uang.
Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu Bursa atau Pasar yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.[1]

II.     Pembahasan
A.      Hadits, Terjemah, dan Mufrodat
هنَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ بِالذَّهَبِ إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَأَمَرَنَا أَنْ نَبْتَاعَ الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْنَا وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْنَا
Artinya: Nabi SAW telah  melarang menjual perak dengan perak dan emas dengan emas kecuali sama serta memerintahkan kami untuk membeli emas dengan perak sesuka kami dan (membeli) perak dengan emas sesuka kami (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i)
Mufrodat :
عَنْ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ بِالذَّهَبِ  : sesungguhnya Nabi SAW telah melarang menjual perak dengan perak dan emas dengan emas
إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ       : kecuali sama
وَأَمَرَنَا أَنْ نَبْتَاعَ      : dan memerintahkan kamu untuk membeli
Makna :
Secara tekstual hadis ini jelas melarang pertukaran emas dengan emas atau perak dengan perak kecuali harus sama timbangannya.  Hadis ini juga menyatakan bahwa pertukaran emas dengan emas atau perak dengan perak dengan tidak sama timbangannya atau saling berlebih adalah dilarang.[2]

B.       Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 16 Tentang Pertukaran Mata Uang
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرُوُاْ الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَت تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُواْ مُهْتَدِينَ
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tiadalah beruntung perniagaannya dan mereka tidak mendapat petunjuk.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa jual beli atau barter artinya tukar-menukar antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kalau kita membeli sesuatu, maka kita menyerahkan uang kita kepada pemilik sesuatu itu, baru kemudian kita mengambil sesuatu dari penjualnya. Kalau kita barter, berarti kita menyerahkan barang kita kepada lawan barter kita setelah itu kita ambil barangnya sebagai ganti dari barang yang kita serahkan tadi. Dengan demikian, baik dalam jual-beli ataupun barter sama-sama ada pertukaran kepemilikan.[3]
C.       Definisi Uang
Menurut Karim (2007 : 305) terdapat beberapa istilah untuk menyebut uang, antara lain adalali nuqud, tsaman, fulus, sikkah dan ’umlah. lstilah tsaman memiliki beberapa arti, antara lain berarti qimah, yaitu nilai sesuatu dan harga pembayaran barang yang dijual. lstilah ini digunakan untnk inenunjukkan uang emas dan perak. Sedangkan Fulus digunakan untuk pengertian logam bukan emas dan perak yang dibuat dan berlaku di tengah-tengali masyarakat sebagai uang dan pembayaran, Sikkah dipakai untuk dua pengertian, yaitu (1) stempel besi untuk mencap mata uang; dan (2) mata uang dinar dan dirliam yang telali dicetak dan di stempel. Dan 'Umlah memiliki dua pengertian, yaitu (1) satuan mata uang yang berlaku di negara atan wilayali tertentu, misalnya 'umlah yang berlaku di Indonesia adalali rupiah, di Yordania adalah dinar; (2) mata uang dalam arti umum sama dengan nuqud. Namun, istilah yang sering digunakan oleli ulama fiqh adalah nuqud dan tsaman.
Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian nuqud. Sebagian ulama mendefinisikan nuqud sebagai semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi, baik dinar emas, dirham perak maupun fulus tembaga. Ulama lain rnendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media pertukaran dan pengukur nilai. Sementara itu, Qal'ah Ji dalam Karim (2007: 306) mengemukakan definisi nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.

D.      Ketentuan dalam Pertukaran Nilai Uang
Ketentuan pertukaran emas dan perak ini juga berlaku di dalam pertukaran uang sebagaimana berlaku di dalam emas dan perak.  Hal itu karena sesuai dengan deskripsi emas dan perak sebagai mata uang.  Berlakunya ketentuan ini terhadap uang bukan karena uang di-qiyâs-kan dengan emas dan perak.  Emas dan perak saat itu selain dipertukarkan sebagai zatnya juga digunakan sebagai mata uang.  Setiap lafal emas dan perak di dalam nash mencakup emas dan perak secara zat maupun sebagai uang. Karena itu, ketentuan pertukaran emas dan perak itu juga berlaku pada pertukaran uang emas dan uang perak.  Artinya, ketentuan itu bisa juga berlaku dalam pertukaran uang secara umum.
Berbeda dalam konteks utang-piutang (qardh[un]). Meski qardh juga termasuk mempertukarkan harta, ia berbeda dengan sharf (pertukaran mata uang). Sharf pada dasarnya merupakan jual-beli, yaitu pertukaran harta dengan harta dan sekaligus pertukaran kepemilikan atas harta tersebut.  Adapun qardh[un] adalah utang harta dan harus dibayar dengan jenis dan sifat yang sama setelah jangka waktu (tempo) tertentu.  Misal: utang uang satu juta rupiah harus dikembalikan satu juta rupiah setelah satu tahun.  Jadi, sharf dan qardh merupakan dua muamalah yang berbeda.

E.       Kaidah dalam Pertukaran Uang
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ ».
Artinya: “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak mengapa jika dengan takaran yang sama, dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat disimpulkan beberapa syarat dalam transaksi penukaran mata uang, yaitu:
1.    Menukar mata uang sejenis
Menukar mata uang sejenis, seperti menukar uang rupiah dengan pecahan rupiah yang lebih kecil, syaratnya ada dua:
a.    Jumlah nominalnya harus sama.
b.    Serah terima dilakukan secara tunai.
Menukar emas dengan mata uang, artinya membeli emas harus memenuhi dua syarat yang dikemukakan di atas karena emas dan mata uang adalah barang yang sejenis.

2.    Menukar mata uang yang berlainan jenis
Adapun pertukaran emas dengan perak atau sebaliknya tidak harus sama timbangannya, tetapi boleh saling berlebih. Hanya saja, disyaratkan pertukaran itu harus kontan/tunai.  Ubadah ibn ash-Shamit menceritakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
بِيْعُوْا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْتُمْ يَدًا بِيَدٍ
Artinya : Juallah emas dengan perak sesuka kalian (asal) secara tunai (HR at-Tirmidzi).
Umar ibn al-Khaththab juga menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda:
الذَّهَبُ بِالْوَرِقِ رِبَا إِلاَّ هَاءَ وَ هَاءَ
Artinya: Emas (dinar) dengan dirham adalah riba kecuali secara tunai (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majad, Ahmad, Malik dan al-Humaidi).
Dengan kata lain, dalam pertukaran mata uang yang berlainan jenis, seperti menukar uang rupiah dengan real, syaratnya hanya satu, yaitu: serah terima harus dilakukan secara tunai. Artinya berlangsung sebelum berpisah dari majelis akad dan tidak disyaratkan jumlahnya sama. Maka dibolehkan jumlah nominal keduanya berbeda sesuai dengan kurs pasar di hari itu atau keduanya sepakat dengan kurs sendiri.
Jika pertukaran itu dilakukan antar rekening maka harus benar-benar terjadi transfer sejumlah uang yang dipertukarkan itu antar rekening kedua pihak; transfer itu harus selesai dan terjadi di majelis akad sebelum kedua pihak itu berpisah.

F.        Rukun Sharf
Sharf adalah akad jual beli transaksi dyn (mata uang) dengan dyn (mata uang) yang berbeda atau jual beli valuta dengan valuta lainnya. Transaksi valuta asing hanya dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif.
Adapun rukun dalam sharf (pertukaran mata uang), adalah :
1.    Penjual (ba’i)
2.    Pembeli (musytari’)
3.    Mata uang yang di pertukarkan atau diperjualbelikan (sharf)
4.    Nilai tukar (si’rus sharf)
5.    Ijab qabul (sighat).[4]

G.      Skema Transaksi Sharf
Oval: Penjual
(Ba’i)
Oval: Pembeli
(Musytari’)
Text Box: 2a. Penyerahan valuta tunai


1. Akad sharf


2a. Penyerahan valuta tunai
Gambar. Skema Transaksi Sharf[5]

H.      Uang Sebagai Mata Dagangan
Uang adalah alat pembayaran. Tapi pada zaman modern ini atau orang menyebutnya zaman globalisasi, fungsi uang telah bergeser menjadi mata dagangan, seperti hanya migas, kelapa sawit, karet dan komoditas lainnya.
Oleh karena itu, di dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mulai kenal dengan istilah pasar uang dan pasar modal.
Ibnu Taimiyah menjelaskan, “(Mata uang) dinar dan dirham asalnya bukan untuk dimanfaatkan zatnya. Tujuannya adalah sebagai alat ukur (untuk mengetahui nilai suatu barang). Dirham dan dinar bukan bertujuan untuk dimanfaatkan zatnya, keduanya hanyalah sebagai media untuk melakukan transaksi. Oleh karena itu fungsi mata uang tersebut hanyalah sebagai alat tukar, berbeda halnya dengan komoditi lainnya yang dimanfaatkan zatnya.” (Majmu’ Al Fatawa, 19/251-252)
Imam Al Ghozali menjelaskan, “Orang yang melakukan transaksi riba dengan (mata uang) dinar dan dirham, sungguh ia telah kufur nikmat dan telah berbuat kezholiman. Karena (mata uang) dinar dan dirham diciptakan hanya sebagai media dan bukan sebagai tujuan. Maka bila mata uang tersebut diperdagangkan, maka ia akhirnya akan menjadi komoditi dan tujuan. Hal ini bertentangan dengan tujuan semula uang diciptakan. Oleh karena itu, tidak dibolehkan menjual (mata uang) dirham dan dengan dirham yang berbeda nominalnya dan tidak dibolehkan menjualnya secara berjangka. Maksud dari hal ini adalah agar mencegah orang-orang yang ingin menjadikan mata uang tersebut sebagai komoditi. Syarat ini jelas mendesak para pedagang untuk tidak meraup keuntungan.” (Ihya’ ‘Ulumuddin, 4/88)[6]

I.         Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Sharf
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Sharf,[7] transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
1.    Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
2.    Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
3.    Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
4.    Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Adapun ketentuan mengenai hukum Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing, dijelaskan dalam fatwa tersebut sebagai berikut:
  1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan pen-jualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (ِمَّما لاَ ُبَّد مِنْهُ) dan merupakan transaksi internasional.
  2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang diguna-kan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
  3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
  4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

III.     Kesimpulan
Tukar menukar mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan:
1.        Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
2.        Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
3.        Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
4.        Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Sistem moneter yang telah dijelaskan di atas jelas diabaikan oleh para ekonom di zaman ini. Mereka melalaikan syarat penukaran mata uang yang sejenis yang menjerumuskan mereka dalam riba. Akibat tidak mengindahkan hal ini, nilai mata uang akhirnya mengalami fluktuasi setiap saat yang menyebabkan kezhaliman kepada seluruh pemegang uang.
Perkembangan ekonomi yang bergantung pada ekonomi uang, di masyarakat timbul fenoma tersendiri  yaitu para pemilik uang dan sebagian dari masyarakat yang selama ini berusaha di sektor riil lebih tertarik memutar uangnya di pasar finansial dari pada mengembangkan usaha yang telah ditekuni sebelumnya di sektor riil.
Pertumbuhan yang seperti itu tidak banyak menimbulkan efek penyerapan tenaga kerja dibandingkan jika pertumbuhan ekonomi itu dihela oleh kegiatan di sektor ekonomi produktif (pertanian, pertambangan dan industri pengolahan).

IV.     Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua. Amiiinn..

V.     Daftar Pustaka
1.        Slamet Wijono, Akuntansi Perbankan Syari’ah, Grasindo, Jakarta, 2005