LARANGAN RIBA
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Ushul Fiqh
Dosen
Pengampu : Solikhul Hadi, M.Ag
Disusun
Oleh :
Nama : Ahmad Khoirul Badar
NIM : 210 205
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/EI
2011
LARANGAN
RIBA
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Terkadang kita sebagai manusia menilai bahwa hukum fiqih itu semuanya
mudah, termasuk di dalamnya riba, kita tidak tahu bahwa hal-hal yang sekecil
inilah yang selalu membuat kita menjadi tersesat apabila kita tidak mengetahuinya
secara terperinci, maka terjadilah penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan
dengan ajaran Islam.
Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di
luar Islam pun memandang serius persoalan riba, masalah riba juga menjadi
bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi, kalangan Kristen dari
masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
B.
Rumusan Masalah
a.
Berdasarkan QS. An-Nisa’
ayat 161, dapat disimpulkan kenapa riba dilarang? Dan apakah riba itu?
b.
Apa yang mendasari bahwa
riba itu dilarang dan hukumnya haram?
c.
Bagaimana hikmah
dilarangnya riba?
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Riba
Kata riba (الرّبوا) menurut bahasa artinya (الزّيادة) yaitu tambahan
atau kelebihan. Sedangkan riba menurut syara’ ialah suatu akad perjanjian yang
terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau
tidaknya menurut syara’ atau dalam tukar menukar itu disyari’atkan terlambat
menerima salah satu dari dua barang.[1]
B.
Dasar-dasar
al-Qur’an yang Mengharamkan Riba
1.
Riba menurut al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ ulama’
hukumnya haram
Sesuai dengan
firman Allah Swt., dalam QS. Al-Baqarah ayat 275
$yJ¯RÎ)
ßìøt7ø9$#
ã@÷WÏB
(#4qt/Ìh9$#
3
¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
Artinya:
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah ayat 275)
Perkataan انّما
البيع مثل الرّبوا itu disebut tasybih
maqlub (persamaan terbaik sebab musyababihnya memiliki nilai lebih
tinggi, sedangkan yang dimaksud disini ialah riba itu sama dengan jual beli –
sama – sama halalnya. Tetapi mereka berlebihan dalam kenyakinannya, bahwa riba
itu dijadikan sebagai pokok dan hukumnya halal, sehingga dipersamakan dengan
jual beli, disinilah letak keharamannya.
2.
Pemakan harta riba tidak akan memperoleh kebahagiaan
Sesuai dengan firman Allah
Swt., dalam QS. Ali Imran ayat 130
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
w
(#qè=à2ù's?
(##qt/Ìh9$#
$Zÿ»yèôÊr&
Zpxÿyè»ÒB
(
(#qà)¨?$#ur
©!$#
öNä3ª=yès9
tbqßsÎ=øÿè?
ÇÊÌÉÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
(QS. Ali Imran
ayat 130)
Dalam ayat ini
terdapat nas yang secara jelas mengharamkan riba, yang disertai dengan penjelasan
yang menerangkan riba yang bersifat pemerasan dari golongan ekonomi kuat
terhadap golongan ekonomi lemah itu mengandung penganiayaan. Dengan riba, pihak
yang berhutang pada umumnya kaum lemah (dhuafa) tidak mampu mengembalikan
hutangnya kepada pihak yang meminjamkan.
- Pemakan harta riba secara tidak langsung berada dalam kekafiran dan bergelimang dalam dosa
Sesuai dengan firman Allah
Swt., dalam QS. Al-Baqarah ayat 276
ß,ysôJt ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur w =Åsã ¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
Artinya:
“Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah ayat 276)
Perkataan كفّار dan اثيم , kedua kata ini termasuk sighat
mubalaghah yang artinya banyak kekufuran dan banyak dosa. Ini menunjukkan
bahwa perbuatan haramnya riba, inilah sangat keras. Dan ini termasuk
perbuatan-perbuatan orang kafir bukan perbuatan-perbuatan orang Islam.[2]
- Harta yang diperoleh dari riba itu tidak mengandung berkah
Sesuai dengan firman Allah
Swt., dalam QS. Ar-Rum ayat 39
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y crßÌè? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
Artinya:
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum ayat 39)
Dalam ayat tersebut di atas, Allah
Swt., mencela riba dan memuji zakat. Ayat ini secara halus menyebutkan bahwa
riba itu tidak baik dan tidak bermanfaat bagi pelakunya. Karena si pelaku tidak
akan mendapat pahala di sisi Allah Swt., dalam ayat ini dijelaskan bahwa
perbuatan yang baik dan terpuji adalah zakat yang akan menghasilkan pahala di
sisi Allah Swt., di akhirat.
Yang selanjutnya diterangkan dalam
QS. An-Nisa’ ayat 161
ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRôtGôãr&ur tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#xtã $VJÏ9r& ÇÊÏÊÈ
Artinya:
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan
yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara
mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisa’ ayat 161)
Dalam ayat ini, Allah menerangkan
riba diharamkan bagi orang Yahudi, namun mereka melanggar larangan tersebut dan
hal ini merupakan salah satu sebab kemurkaan Tuhan terhadap mereka.
Dalam ayat ini juga Allah sudah
mengisyaratkan riba itu dilarang atau diharamkan bagi orang Yahudi, tetapi
belum ditemukan nas secara mutlak yang menjelaskan bahwa riba itu haram
bagi orang muslim.
Ditegaskan lagi dalam QS. Al Baqarah ayat 278-279
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS.
Al Baqarah ayat 278-279)
Dalam suatu
riwayat, Rasulallah bersabda:
عن جابر
رضي الله عنه قال لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم اَكِلَ الرِّبَوا وَمُوْكِلَهُ
وَكَاتِيَهُ وَشَاهِدَهُ وَقَالَ هُمْ سَوَاء (رواه
المسلم)
Artinya:
“Dari Jabir ra. berkata bahwa Rasulallah Saw., telah melaknat orang-orang
yang menjadi wakilnya (orang-orang yang memberi makan hasil riba) orang yang
menuliskannya, dan (selanjutnya) Nabi Saw., bersabda: mereka itu semua sama
saja.”
Beberapa ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa Islam
sangat membenci perbuatan riba dan Islam menganjurkan kepada umatnya agar di
dalam mencari rizki hendaknya menempuh cara yang halal seperti jual beli dan
hikmahnya.[3]
Hukuman
dan Ancaman Bagi Pelaku Riba
Allah menyuruh hamba-hambanya yang beriman agar bertakwa
kepada-Nya. Allah pun melarang mereka melakukan sesuatu yang mendekatkan mereka
kepada kemurkaan-Nya, dan menjauhkan mereka dari keridhaan-Nya. Allah Swt.,
berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah,
takutlah kepada-Nya, dan hati-hatilah dalam berbuat karena Dia mengawasimu,
serta tinggalkanlah siksa riba, yakni tinggalkanlah hartamu yang merupakan
kelebihan dari pokok yang harus di bayar oleh orang lain, setelah menerima
peringatan ini. Jika kamu orang-orang yang beriman kepada apa yang
disyari’atkan Allah, yaitu penghalalan jual beli, pengharaman riba, dan
syari’at lainnya.[4]
Selanjutnya firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 yang menyebutkan
ancaman bagi orang yang melakukan riba
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS.
Al-Baqarah ayat 275)
Dalam ayat ini Allah Swt., menceritakan saat mereka
(orang-orang yang memakan riba) keluar dan bangkit dari kubur, untuk menuju
kebangkitan dan perkumpulan. Allah berfirman: “orang-orang yang makan riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan,
lantaran penyakit gila.” Maksudnya tidaklah mereka bangkit dari kuburnya pada
hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang gila pada saat dia mengamuk dan
kesurupan setan.
Dalam hal ini, Allah telah berfirman barang siapa yang
kembali lagi kepada riba setelah dia menerima larangan Allah mengenai riba,
maka mestilah dia masih dapat siksa dan ditegaskan hujjah kepadanya. Allah
berfirman, “Maka mereka itulah penghuni neraka, sedangkan mereka kekal di
dalamnya.”
Dalam ayat tersebut di atas, sudah ada ancaman dan
hukumannya bagi pelaku riba, dan ditegaskan juga tidak diridhoinya perbuatan
riba.
C.
Hikmah Dilarangnya Riba
Adapun hikmah
dilarangnya perbuatan riba, antara lain sebagai berikut:
1.
Riba itu dapat mendatangkan permusuhan dan menimbulkan
merosotnya semangat kerja, serta hilangnya sikap tolong menolong, dengan
demikian dapat tumbuhnya sikap egois dan penindasan pada sesama manusia.
2.
Riba dapat menyuburkan tumbuhnya sikap atau mental
pemboros dan munculnya sikap penumpukan harta pada satu tangan, yaitu sikap
bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
3.
Riba apabila dibiarkan terus berlanjut akan dapat
menjadi sarana untuk menjajah dan mengeruk harta orang lain.
4.
Riba dapat menghilangkan sifat kasih sayang dan tolong
menolong akan sesamanya bahkan memunculkan sifat bakhil bagi pelaku riba.[5]
III.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 161, dapat diambil tema “Larangan riba,” yang
diperkuat dengan QS. Al-Baqarah ayat 275, QS. Ali Imran ayat 130, QS.
Al-Baqarah ayat 276, QS. Ar-Rum ayat 39, QS. Al-Baqarah ayat 278-279, merupakan
surat dan ayat al-Qur’an yang menunjukkan tentang riba.
QS. Al-Baqarah
ayat 275 menegaskan bahwa Allah Swt., menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.
QS. Ali Imran
ayat 130 menyatakan larangan untuk memakan riba, dan QS. Al-Baqarah ayat
278-279 merupakan ancaman Allah terhadap orang-orang yang memakan harta riba.
Yang jelas
ayat-ayat al-Qur’an yang sudah tertera di atas, menyatakan bahwa Allah melarang
dan mengharamkan riba, serta melaknat orang-orang yang melakukan riba.
Demikian makalah
yang dapat penulis susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Amiin.....
DAFTAR PUSTAKA
1.
Amir Abyan, Fiqih, Toha Putra, Semarang, 2006
3.
Muh. Nasib Al-Rifa’i, Tafsir
Ihtisar Ibnu Katsir Jilid I, Gema Insani, Jakarta, 1999
4.
Abdur Rochim, Fiqih
untuk Madrasah Aliyah Kelas X, CV Gani SON, 2004
Allah Swt.,
mengabarkan tentang pemakan riba, dan jeleknya akibat yang mereka tuai.
Dikabarkan bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka pada hari
kebangkitan nanti, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
karena (tekanan) penyakit gila. Mereka bangkit dari kubur dalam keadaan
bingung, mabuk, goncang, dan merasa pasti akan ditimpakan hukuman yang besar,
serta bencana yang menyakitkan.(Tafsir Al-Karimir Rahman, hlm. 117)
[1]
Amir Abyan, Fiqih, Semarang, Toha Putra, 2006, hlm. 39
[2]
http://haritswalk.wordpress.com
[3]
Op. Cit, Amir Abyan, hlm. 40-41
[4]
Muh. Nasib Al-Rifa’i, Tafsir Ihtisar Ibnu Katsir Jilid I, Gema Insani,
Jakarta, 1999, hlm. 457-458
[5]
Abdur Rochim, Fiqh untuk Madrasah Aliyah Kelas X, CV Gani SON, 2004,
hlm. 109